Friday 12 September 2008

Audit Keselamatan Transportasi

Oleh : Slamet Wiharto

Pemerintah Perlu Audit Keselamatan Transportasi
Berita Harian Kompas, Selasa 27 Februari 2007

Surabaya, Kompas – Ketua Umum MTI Bambang Susanto meminta pemerintah melakukan audit keselamatan transportasi. Kecelakaan yang terjadi pada Moda darat, laut, dan udara belakangan ini telah menghilangkan rasa aman penumpang.
Demikian penekanan Bambang dalam pembukaan Kongres IV Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Senin (26/2) di Hotel JW Marriott Surabaya.
Audit keselamatan, katanya, seharusnya dilakukan secara komprehensif baik, pada aspek teknis maupun nonteknis. Tanpa audit yang menyeluruh, akar permasalahan yang menyebabkan kecelakaan berulang kali tidak akan ditemukan.
Selain memeriksa kelayakan sarana transportasi secara teknis, pemerintah harus memeriksa kinerja perusahaan transportasi. Pemeriksaan kinerja perusahaan itu, kata Bambang, mencakup data riwayat perusahaan transportasi dan keuangan perusahaan. Kebijakan transportasi yang ada juga perlu dikaji ulang.
Kendati audit akan banyak menunjuk perusahaan transportasi tidak laik, kata Bambang lagi, pemerintah harus menegakan hukum dan kepatuhan. Dengan menyampaikan hasil audit yang terbuka, masyarakat akan memiliki kekuatan pasar.
” Saat ini pemerintah harus mengembalikan rasa aman masyarakat pengguna transportasi umum. Salah satu cara adalah memperlihatkan hasil audit tadi secara terbuka,” kata Bambang.
Rasa kurang aman menggunakan transportasi publik juga diakaui Gubernur Jatim Imam Utomo dalam acara yang sama. Menurut dia, kondisi trnsportasi publik saat ini selain tidak aman juga tidak nyaman, sulit diakses, kumuh, dan hanya membuat penumpang sebagai objek ekonomi. (INA)

Analisa Artikel Berita, Pemerintah Perlu Audit Keselamatan Transportasi
Berita Harian Kompas, Selasa 27 Februari 2007.

Tindakan untuk mengaudit kinerja perusahaan, keuangan perusahaan dan kelayakan sarana teknis maupun non teknis perusahaan jasa transportasi umum memang sangat tepat dan perlu dilakukan, hal ini sangat terkait dengan keamanan dan kenyamanan para pengguna jasa transportasi baik itu, angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara. Proses audit perusahaan- perusahaan jasa transportasi umum itu bisa dilakukan oleh pemerintah dan juga kantor akuntan publik, yang di tunjuk oleh pemerintah, yang tentu saja telah memiliki akreditasi umum ataupun kredibilitasnya oleh khalayak umum dan masyarakat telah diakui keberadaanya dan kinerja auditnya yang baik dan penuh dengan tanggung jawab.

Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima.

Jenis Audit.

Audit secara umum dapat dibagi menjadi beberapa jenis :

Audit Keuangan.
Audit Operasional.
Audit Ketaatan.
Audit Investigatif.

1) Audit Keuangan.

Audit keuangan adalah audit terhadap laporan keuangan perusahaan atau organisasi yang akan menghasilkan opini pihak ketiga mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut. Audit keuangan umumnya dilaksanakan oleh perusahaan atau akuntan publik independen yang harus mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Banyak perusahaan mempekerjakan auditor internal yang berfokus pada pengawasan pelaksaaan dan operasi perusahaan untuk memastikan kesesuaiannya dengan kebijakan organisasi.

2) Audit Operasional.

Audit Operasional adalah pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar dan metoda yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan (3E).

3) Audit Ketaatan.

Audit Ketaatan adalah proses kerja yang menentukan apakah pihak yang diaudit telah mengikuti prosedur, standar dan aturan tertentu yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang.

4) Audit Investigatif.

Audit Investigatif adalah :

1. "Serangkaian kegiatan mengenali (recognize), mengidentifikasi (identify), dan menguji (examine) secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan keuangan suatu entitas (perusahaan/organisasi/negara/daerah)."

2. "a search for the truth, in the interest of justice and in accordance with specification of law" (di negara common law).

Jadi, audit itu adalah suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut :

Proses pengumpulan dan evaluasi bahan bukti.

Informasi yang dapat diukur. Informasi yang dievaluasi adalah informasi yang dapat diukur. Hal-hal yang bersifat kualitatif harus dikelompokkan dalam kelompok yang terukur, sehingga dapat dinilai menurut ukuran yang jelas, seumpamanya Baik Sekali, Baik, Cukup, Kurang baik, dan Tidak Baik dengan ukuran yang jelas kriterianya.

Entitas ekonomi. Untuk menegaskan bahwa yang diaudit itu adalah kesatuan, baik berupa Perusahaan, Divisi, atau yang lain.

Dilakukan oleh seseorang(atau sejumlah orang) yang kompeten dan independen yang disebut sebagai Auditor.

Menentukan kesesuaian informasi dengan kriteria penyimpangan yang ditemukan. Penentuan itu harus berdasarkan ukuran yang jelas. Artinya, dengan kriteria apa hal tersebut dikatakan menyimpang.

Melaporkan hasilnya. Laporan berisi informasi tentang kesesuaian antara informasi yang diuji dengan kriterianya, atau ketidaksesuaian informasi yang diuji dengan kriterianya serta menunjukkan fakta atas ketidaksesuaian tersebut.

Seharusnya pemerintah mengaudit perusahaan jasa transportasi keseluruh aspek perusahaan tersebut. Dan benar- benar melakukan audit secara menyeluruh, secara transparan dan terbuka, tanpa harus menutup- nutupi hasil dari audit secara keseluruhan itu sendiri. Proses dan langkah pemerintah untuk mengaudit perusahaan jasa transportasi umum, seharusnya dengan cepat dilaksanakan, hal ini menyangkut dan sangat berhubungan sekali dengan keselamatan, keamanan dan kenyamanan para pengguna jasa trnsportasi tersebut.

Saya berpendapat bahwa buruknya kinerja perusahaan- perusahaan jasa transportasi umum tersebut yang memicu cerjadinya berbagai ragam dan macam kecelakaan yang terjadi akhir- akhir ini, tidak adanya rasa tanggung jawab dan amanah dari para perusahaan penyedia jasa layanan transportasi umum tersebut. Mereka hanya mementingkan profit dan keuntungan semata, mengesampingkan dan mengorbankan keselamatan para konsumennya. Peran pemerintah yang seharusnya menjadi regulator pengawas para perusahaan tersebut, mungkin tidak banyak berperan penting, karena kurang tegasnya sikap pemerintah dalam menegakan disiplin dan hukum kepada para perusahaan- perusahaan itu.

Maaf sekali bila saya berprasangka buruk terhadap kinerja pemerintah dalam mengawasi dan mengatur para perusahaan- perusahaan tersebut, mungkin saja ada indikasi suap atau riswah yang terjadi dalam pengawasan regulasi bagi perusahaan jasa tranportasi umum itu. Betapa tidak syariahnya sekali kedua pihak yang berwenang itu, bila memang ada indikasi, bahwa kecelakaan- kecelakaan akhir- akhir ini akibat dari dua pihak, yaitu baik oknum pemerintah yang menangani perusahaan transportasi umum dan perusahaan penyedia transportasi umum itu sendiri.

Kita kurang menyadari bahwa mungkin oknum pemerintah dan perusahaan itu bermain mata, dalam artian telah terjadi praktek – praktek yang tidak kita inginkan dalam menegakan hukum dan pengawasan untuk keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang atau para pengguna jasa transportasi umum.
Bila kita melihat dari sisi perusahaan, mungkin saja manajemen perusahaan tersebut, hanya mementingkan profit semata, seperti kasus tenggelamnya kendaraan angkutan kapal laut baru- baru ini, setelah adanya investigasi dan pemeriksaan ternyata diakibatkan oleh kelebihannya muatan atau telah terjadi over load penumpang dan barang yang diangkut.

Kasus kecelakaan yang terjadi di jalan raya, yang menewaskan sebagian penumpang bis, yang disinyalir diakibatkan oleh pecah ban dan rusaknya roda ban bis yang ditumpangi, yang akhirnya mengalami kecelakaan dan menewaskan sebagian penumpangnya.

Ada pula kasus terjadinya kecelakaan bis yang juga menewaskan hampir semua penumpangnya yang diakibatkan oleh, tidak laik jalannya bis tersebut, karena memang sudah tua dan kondisinya memang sudah tidak laik jalan, tetapi mengapa, di bolehkan atau diijinkan untuk mengangkut penumpang, dalam hal ini pemerintah yang menangani kurang tegas dalam menegakan hukum, kepada jasa penyedia transportasi itu, mungkin saja dalam pemberian ijin telah terjadi riswah atau suap menyuap agar dapat diijinkan untuk laik jalan, waalluhu alam…

Kasus kecelakaan anjloknya kereta api yang diakibatkan oleh telah rapuhnya bantalan- bantalan rel kereta api yang terbuat dari kayu, yang belum sempat diganti oleh pihak manajemen PT. Kereta Api Indonesia. Hal itu juga terlewatkan dari pengawasan pemerintah yang mengawasi jasa transportasi ini.

Belum lagi dengan adanya kasus kecelakaan angkutan udara, yang tidak sedikit menewaskan hampir semua penumpangnya. Itupun diakibatkan oleh, sudah tuanya pesawat- pesawat yang digunakan, dan banyak terjadi kerusakan- kerusakaan disana- sini, namun pihak manajemen perusahaan itu, tidak segera diganti, ataupun diganti dengan suku cadang pesawat seadanya, dan hal ini memerlukan cost dan biaya yang sangat besar, maka perusahaan penyedia layanan jasa penerbangan tersebut enggan menggantinya atau malah mengganti dengan suka cadang yang tidak semestinya, untuk menekan cost dan biaya yang besar, agar mereka dapat tetap untung dan tetap dapat meraup untung yang besar dengan pengeluaran atau dengan biaya yang seminimal dan yang seefesien mungkin. Namun mengesampingkan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan bagi konsumennnya. Pemerintah dalam hal ini, kurang mengawasi hal itu, atau memang memberi ijin untuk layak atau tidaknya kendaraan itu digunakan. Mungkin, maaf sekali lagi, adanya suap dan riswah yang terjadi antara pengawas (oknum pemerintah), dan per perusahaan penyedia jasa transportasi.

Ada tiga pihak yang harus menjadi perhatian besar kita, agar permasalahan ini dapat terselesaikan dan ada titik terang penyelesaiannya, yaitu pihak pemerintah dalam hal ini adalah yang mengawasi dan sebagai regulator, pihak dari perusahaan atau operator jasa transportasi umum, dan yang ketiga adalah pihak pengguna jasa layanan transportasi umum itu sendiri. mungkin akan menjadi bahan renungan dan pelajaran bagi kita semua rakyat Indonesia, baik itu pemerintah, perusahaan jasa penyedia transportasi umum dan bagi Masyarakat pengguna jasa layanan transportasi, dimasa sekarang dan yang akan datang.

Ketiga pihak diatas harus bisa dapat disinergikan dalam menentukan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang. Bila dilihat dari manajemen perusahaan, bahwa kinerja dan keuangan perusahaan tersebut harus ditingkatkan dan dibenahi kembali, mereka tidak boleh hanya mementingkan keuntungan semata tetapi merugikan konsumen, mereka harus memiliki etika dan moral yang baik dalam melayani dan mencari keuntungan/ laba yang besar. Pihak- pihak manajemen dan para penyaji laporan keuangan harus memiliki accountability view dalam diri mereka, terlebih, para akuntan diperusahaan tersebut yang menghasilkan laporan keuangan ataupun yang menyajikan informasi yang sebenar – benarnya, sesuai dengan realita, kenyataan dan sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan tersebut, tanpa adanya window dressing dan praktek creative accounting yang dilakukan oleh para penyaji informasi pelaporan keuangan. Bukan saja dalam bidang keuangan tetapi, dalam bidang yang teknis sekalipun, pihak pihak yang ada didalamnya harus memiliki kejujuran, keadilan, menegakan kebenaran dan memiliki tanggung jawab yang amanah pada pekerjaannya. Seperti, apabila mereka melakukan pengecekan kendaraan yang akan digunakan, sebaiknya mereka melakukan prosedur pengecekan kalayakan penggunaan kendaraan dengan baik dan penuh tanggung jawab, bila spare part kendaraan tersebut ada yang rusak dan tidak bisa digunakan, lebih baik segera diganti dengan yang baru, atau sesuai dengan prosedur kelayakan yang diberlakukan. Begitu juga halnya dengan bidang pelayanan, pihak- pihak yang terlibat juga harus berpegang teguh pada prinsip, kejujuran, keadilan, kebenaran, memiliki tanggung jawab dan amanah dalam melayani para konsumen atau para pengguna jasa transportasi itu, mereka bekerja atau melayani sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan itu.

Peran pemerintah sebagai pegawas dan regulator dalam mengawasi perusahaan- perusahaan jasa pelayanan transportasi umum, kinerjanya pun harus ditingkatkan karena peran pemerintah sangat penting sekali dalam hal ini. Pemerintah adalah final decision, boleh tidaknya ijin suatu kendaraan atau ijin beroperasinya perusahaan jasa layanan transportasi itu dapat digunakan dan dioperasikan untuk para penggunanya. Pemerintah juga harus memiliki etika, moral dan prinsip kejujuran, kebenaran, keadilan dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Pemerintah harus dapat bertindak tegas dalam menegakkan hukum yang berlaku. Karena ini adalah salah satu tanggung jawab yang besar yang harus dipikul pemerintah demi keselamatan, keamanan, dan kenyamanan, para konsumen. Sebaiknya oknum- oknum pemerintah yang tidak tegas dalam menegakan hukum dan yang mudah di riswah/ disuap lebih baik dibersihkan atau dikeluarkan, karena hal ini menyangkut keselamatan dan nyawa penumpang.

Dan yang terakhir dan yang tak kalah pentingnya adalah pihak pengguna jasa layanan transportasi umum itu sendiri. Mereka harus dapat bisa mentaati prosedur ketentuan yang berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah maupun oleh operator perusahaaan jasa transportasi umum itu, demi terciptanya keamanan dan kenyamanan selama mereka menggunakan layanan jasa transportasi tersebut. Misalnya saja bila mereka menggunakan jasa layanan transportasi udara, yaitu pesawat terbang, mereka harus mengikuti dan mentaati prosedur yang telah ditetapkan, seperti tidak menggunakan telepon selular pada saat dalam penerbangan, karena hal ini dapat menggangu kelancaran dan komunikasi sistem navigasi pesawat tersebut. begitu juga bila mereka menggunakan jasa transportasi darat seperti, kereta api, mereka dilarang mengeluarkan anggota badan, pada saat kereta api itu berjalan, dikarenakan akan berakibat terjadinya kecelakaan yang fatal bagi penumpang kereta api tersebut. begitu juga halnya dengan penumpang kapal laut, mereka pun tidak luput dari perlunya mentaati peraturan yang ada, selama mereka dalam perjalanan. Seperti, yang belum lama ini terjadi, yaitu, tenggelamnya sebuah kapal laut yang tenggelamnya kapal disebabkan oleh kecerobohannya para penumpang kapal untuk menggunakan telepon selular dan mereka berbondong- bondong dan secara beramai- ramai mencari sinyal teleton selular tersebut dengan menaiki bagian atas dek kapal, yang mengakibatkan terjadinya keramaian pada satu tempat dan kapal tersebut tidak balance dan miring sebelah, dan akhirnya tenggelam, dan banyak menewaskan penumpangnya.

Bila kinerja kedua belah pihak ini telah dapat disinergikan dan didukung pula oleh ketertiban para pengguna jasa trasportasi tersebut maka diharapkan tidak akan terjadi lagi hal- hal yang kita inginkan seperti kecelakaan yang menewaskan banyak penumpang/ pengguna layanaan jasa transportasi umum.

Wednesday 10 September 2008

Mekanisme Pasar Menurut Ekonomi Islam

Oleh : Slamet Wiharto

I. Pendahuluan.

Peranan ekonomi Islam dalam mengatur mekanisme kegiatan pasar pada saat dewasa ini merupakan faktor yang sangat penting, bagi majunya dan berkembangnya perekonomian dunia pada umumnya dan khususnya bagi bangsa Indonesia, yang sekarang ini laju perekonomiannya masih cukup lambat, setelah krisis moneter singgah dinegara yang kita cintai ini.
Dua paham ekonomi yang selama ini menjadi acuan dan barometer dunia, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis ternyata tidak dapat mengatur mekanisme kegiatan pasar saat ini yang serba tidak menentu dan tidak jelas, malah semakin memperparah keadaan. Ekonomi Islam yang lebih dahulu lahir, sekitar abad ke VI, eksistensinya cenderung diabaikan dan dilupakan. Ekonomi Islam lahir semenjak diturunkannya wahyu Allah (ayat-ayat suci Al-Quran) melalui Rasullnya yaitu Nabi Muhammad SAW. Al-Quran sebagai pedoman hidup atau The Way of Live yang komprehensif, yang termasuk mengatur di dalamnya kehidupan bermuamalah, terutama di bidang ekonomi.
Allah SWT mewahyukan agama Islam ini di tanah yang memiliki ekonomi yang tinggi yaitu kepada Bangsa Arab. Bangsa Arab adalah merupakan suatu bangsa yang peradaban kegiatan berekonominya sudah maju dan sudah berkembang pesat dibandingakan dengan bangsa-bangsa di dunia lainnya. Bangsa Arab sudah berpengalaman selama tak kurang dari ratusan tahun dalam kegiatan berekonomi. Bangsa Arab telah melakukan kegiatan ekonomi di jalur perdagangan ketika itu yang terbentang dari Yaman sampai kedaerah-daerah mediteranian. Ajaran Islam yang diwahyukan oleh Nabi Muhammad SAW, Nabi besar kita yang terlahir dari keluarga pedagang, Rasulullah menikah dengan seorang saudagar kaya yaitu Siti Khadijah dan beliaupun melakukan perjalanan berdagang dan bertransaksi sampai kenegeri Syiria.
Kemajuan pembangunan ekonomi dan teori ekonomi, banyak diilhami dan dipengarui oleh kemunculannya budaya Islam yang banyak memberikan kontribusi yang sangat besar, bagi kemajuannya. Pada abad keenam belas, diperkirakan pemahaman yang sudah maju mengenai definisi dan fungsi pasar, telah ditemukan pada bahan kajian akademik para sarjana. Sejarah peradaban kuno sebagai bahan kajian perbandingan, diperkirakan kajian para sarjana muslim mempengaruhi perkembangan pemikiran di sekolah tersebut.

II. Mekanisme Pasar Menurut Islam.

Islam memacu umatnya untuk melakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial, salah satunya adalah kegiatan berdagang. Berdagang adalah aktivitas yang paling umum yang dilakukan di dalam pasar. Pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. pasar memiliki fungsi strategis, yaitu sebagai sebuah wadah bertemunya para produsen (penjual) dan konsumen (pembeli) dalam kegiatan perdagangan. Kedua pihak tersebut akan saling mempengaruhi dan menentukan harga. Kesepakatan keduanya dalam menentukan harga, haruslah saling memuaskan satu sama lain dan saling ridha. Pencapaian terhadap kepuasan sebagaimana tersebut tentunya haruslah diproses dan ditindak lanjuti secara berkesinambungan, dan masing-masing pihak hendaknya mengetahui dengan jelas apa dan bagaimana keputusan yang harus diambil dalam pemenuhan kepuasan ekonomi tersebut. Islam memiliki rambu-rambu dan aturan main yang dapat diterapkan dipasar dalam upaya menegakan kepentingan semua pihak, rambu dan aturan tersebut terdapat dalam Al-Quran dan Hadist. Seperti dalam Al-Quran Surah Al-Furqan ayat 7.

Surah Al-Furqan ayat 7 :
7. Dan mereka berkata: "Mengapa rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?,

Surah Al-Furqan ayat 20 :
20. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.

Banyak para pemikir-pemikir ekonomi Islam yang berbicara mengenai mekanisme pasar menurut konsep Islam tentunya, seperti diantaranya, Abu Yusuf (731-798), Abdul Hamid Al-Ghazali (1058-1111), Ibnu Taimiyah (1263-1328), dan yang terakhir Ibnu Khaldun (1332-1404).

A. Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798).
Para sarjana muslim telah menulis jauh sebelum para skolastik Eropa abad pertengahan yang menawarkan diskursus mekanisme pasar dan penetapan harga yang lebih rinci dan canggih. Catatan yang paling awal ditemukannya mengenai peningkatan dan penurunan produksi yang berkaitan dengan perubahan suatu harga adalah yang dikemukakan oleh Abu Yusuf.
Abu Yusuf adalah seorang mufti pada kekhalifahan Harun Al-Rasyid. Ia menulis buku pertama tentang sistem perpajakan dalam Islam yang berjudul Kitab Al-Kharaj. Buku ini ditulis berdasarkan permintaan khalifah untuk digunakan sebagai panduan manual perpajakan.
Berbeda dengan pemahaman saat itu yang beranggapan bila tersedia sedikit barang maka hrga akan mahal dan sebaliknya, Abu Yusuf menyatakan, “Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah.” (Abu Yusuf, Kitab Al-Kharaj Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979,hlm.48).[1]
Bahwa peryataan Abu Yusuf diatas sepertinya menyangkal pendapat umum tentang hubungan terbalik antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan. Karena itu, peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produksi, Abu Yusuf menegaskan bahwa ada variabel lain yang mempengaruhi, tetapi dia tidak menjelaskan lebih rinci. Bisa jadi variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar disuatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut. Patut dicatat bahwa Abu Yusuf menuliskan teorinya sebelum Adam Smith menulis The Wealth of Nations.
Karena Abu Yusuf tidak membahas lebih rinci apa yang disebutkannya sebagai variabel lain, ia tidak menghubungkan fenomena yang diobservasinya terhadap perubahan dalam penawaran uang. Namun, pernyataannya tidak menyangkal pengaruh dari permintaan dan penawaran dalam penentuan harga (Muhammad Nejatullah Siddiqi, Abu Yusuf Ma’ahi fikr, Economic Thought of Abu Yusuf, in Fikr va Najar (Aligarh), vol 5, No. 1, Januari 1964, hlm. 86).[2]
Menurut Muhammad Nejatullah Siddiqi, ucapan Abu Yusuf harus diterima sebagai pernyataan hasil pengamatannya saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga rendah.[3]

B. Mekanisme Pasar Menurut Abdul Hamid Al-Ghazali (1058-1111).
Pandangan Abdul Hamid Al-Ghazali (1058-1111), Mungkin cukup mengejutkan jika dia menyajikan penjabaran yang rinci akan peranan aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai kekuatan permintaan dan penawaran. Maklum ia dikenal sebagai ahli tasawuf. Bagi Ghazali, pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”. Secara rinci dia juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Al-Ghazali mengatakan “Dapat saja petani hidup dimana alat-alat pertanian tidak tersedia. Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup dimana lahan pertanian tidak ada. Namun secara alami, mereka akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat pula terjadi tukang kayu membutuhkan makanan,tetapi petani tidak memerlukan alat-alat tersebut atau sebaliknya. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh, karena itu, secara alami pula orang-orang akan terdorong untuk menyediakan tempat peyimpanan alat-alat di satu pihak dan tempat penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat inilah yang kemudian didatangi pembeli sesuai dengan kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah pasar. Petani,tukang kayu, dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter, juga terdorong pergi kepasar ini. Bila dipasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan barter, ia akan menjual pada pedagang dengan harga yang relatif murah untuk kemudian disimpan sebagai persediaan. Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang.” (Ihya Ulumuddin, III:227).[4]
Imam Ghazali juga secara eksplisit menjelaskan perdagangan regional. Al-Ghazali mengatakan, “ Selanjutnya praktek-praktek ini terjadi di berbagai kota dan negara. Orang –orang melakukan perjalanan keberbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat makanan dan membawanya ketempat lain. Urusan ekonomi orang diorganisasikan dikota-kota dimana tidak seluruh makanan dibutuhkan. Keadaan inilah yang pada gilirannya menimbulkan kebutuhan terhadap alat transportasi. Terciptalah kelas perdagangan regional dalam masyarakat. Motifnya tentu saja mencari keuntungan. Para pedagang ini bekerja keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan, dan keuntungan ini akhirnya dimakan oleh orang lain juga.” (Ihya,III:227).[5]
Jelaslah, Imam Ghazali menyadari kesulitan sistem barter, perlunya spesialisasi dan pembagian kerja menurut regional dan sumber daya setempat. Ia juga menyadari pentingnya perdagangan untuk memberikan nilai tambah dengan menyediakannya pada waktu dan tempat dibutuhkan.
Ghazali tidak menolak kenyataan bahwa keuntungnlah yang menjadi motif perdagangan. Lebih Jauh, Ghazali menjabarkan pentingnya peran pemerintah dalam menjamin keamanan jalur perdagangan demi kelancaran perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Akhirnya ia memberikan definisi yang jelas tentang etika bisnis. (Ihya, II:75, 78, 79).[6]
Walaupun Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukan bentuk kurva penawaran dan permintaan. Untuk kurva penawaran yang “naik dari kiri bawah kekanan atas”dinyatakan oleh dia sebagai”jika petani tidak mendapatkan pembeli dan barangnya, ia akan menjualnya pada harga yang lebih murah (Ihya, III:227).[7] Sementara untuk kurva permintaan yang”turun dari kiri atas kekanan bawah”dijelaskan oleh dia sebagai “harga dapat diturunkan dengan mengurangi permintaan.”(Ihya, III:87).[8]
Untuk zamannya, agak mengejutkan bahwa Ghazali telah pula paham akan konsep elastisitas permintaan “Mengurangi margin keuntungan dengan menjual pada harga yang lebih murah akan meningkatkan volume penjualan dan ini pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan.” (Ihya, II:80).[9] Bahkan ia telah pula mengidentifikasikan produk makanan sebagai komoditas dengan kurva permintaan yang inelastis. “Karena makanan adalah kebutuhan pokok, perdagangan makanan harus seminimal mungkin didorong oleh motif mencari keuntungan untuk menghindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang besar. Keuntungan semacam ini seyogyanya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.” (Ihya, II:73).[10]
Imam Ghazali dan juga para pemikir pada zamannya ketika membicarakan harga biasanya langsung mengaitkannya dengan keuntungan. Keuntungan belum secara jelas dikaitkan dengan pendapatan dan biaya. Bagi Ghazali keuntungan adalah kompensasi dari kepayahan perjalanan, resiko bisnis, dan ancaman keselamatan diri sipedagang (Ihya, IV,110).[11] Walaupun, ia tidak setuju dengan keuntungan yang berlebih untuk menjadi motivasi pedagang. Bagi Ghazali keuntunganlah yang menjadi motivasi pedagang. Namun bagi Ghazali keuntungan sesungguhnya adalah keuntungan diakherat kelak (Ihya, II:75-6, 84).[12]

C. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Taimiyah (1263-1328).
Ibnu Taimiyah jelas tidak pernah membaca Wealth of Nations karena ia hidup lima abad sebelum kelahiran Adam Smith, bapak ekonomi klasik yang menulis buku termasyur itu. Namun, ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa peningkatan harga merupakan akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari pihak penjual atau mungkin sebagai akibat manipulasi pasar, Taimiyah langsung membantahnya. Dengan tegas, ia mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan.
Ia menyatakan bahwa naik dan turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang-barang yang diminta atau juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya. Kelangkaan dan melimpahnya barang mungkin disebabkan dengan tindakan yang adil atau mungkin juga karena tindakan yang tidak adil (Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa Shaykh al-Islam, VIII:583).[13]
Menurut Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domistik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar-kecilnya kenaikan harga bergantung pada besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah (Ibnu Taimiyah, al-hisbah fi al-Islam, 24).[14] Hal tersebut menunjukan sifat pasar yang impersonal. Dibedakan pula dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan, yaitu tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi penawaran dan permintaan antara lain adalah intensitas dan besarnya permintaan, kelangkaan atau melimpahnya barang, kondisi kepercayaan, serta diskonto dari pembayaran tunai. Permintaan terhadap barang acap kali berubah-ubah. Perubahan tersebut bergantung pada jumlah penawaran, jumlah orang yang menginginkannya, lemah-kuatnya dan besar-kecilnya kebutuhan terhadap barang tersebut. Bila penafsiran ini benar, Ibnu Taimiyah telah mengasosiasikan harga tinggi dengan intensitas kebutuhan sebagaimana kepentingan relatif barang terhadap total kebutuhan pembeli. Bila kebutuhan kuat dan besar, harga akan naik. Demikian pula sebaliknya.
Harga juga di pengaruhi oleh tingkat kepercayaan terhadap orang-orang yang terlibat dalam transaksi. Bila seseorang cukup mampu dan terpercaya dalam membayar kredit, penjual akan senang melakukan transaksi dengan orang tersebut. Namun, apabila kredibilitas seseorang dalam masalah kredit telah diragukan, penjual akan ragu untuk melakukan transaksi dengan orang tersebut dan cenderung memasang harga tinggi. Demikian juga dengan melakukan kontrak (Ibnu Taimiyah, Majmu Fatawa, op.cit, XXIX:523-525).[15]
Ibnu Taimiyah mengemukakan relevansi antara kredit terhadap penjualan. Implikasinya yaitu transaksi kredit merupakan hal yang wajar. Ketika menetapkan harga, para penjual harus memperhitungkan ketidakpastian pembayaran pada masa mendatang. Ia juga menengarai kemungkinan penjual menawarkan diskon untuk transaksi tunai. Argumen Ibnu Taimiyah bukan hanya menunjukan kesadarannya mengenai kekuatan penawaran dan permintaan, melainkan juga perhatiannya pada insentif, disinsentif, ketidakpastian, dan resiko yang terlibat dalam transaksi pasar. Keduanya menunjukan kontribusi yang berarti terhadap analisis ekonomi, terutama ketika seseorang berada pada era Ibnu Taimiyah menulis.
Harus dicatat disini bahwa Ibnu Taimiyah tidak pernah menggunakan istilah kompetisi (konsep yang muncul pada akhir evolusi pemikiran ekonomi) ataupun menjelaskan kondisi dari kompetisi sempurna dalam istilah kontemporer. Karena itu, ia kemudian menulis bahwa untuk memaksa orang agar menjual berbagai benda yang tidak diharuskan untuk menjualnya atau melarang mereka menjual benda-benda yang diperbolehkan untuk dijual, adalah tidak adil dan karenanya melanggar hukum (Ibnu Taimiyah, al-Hisbah, 41).[16] Dalam istilah kontemporer, hal ini secara jelas merujuk pada kebebasan penuh untuk masuk atau keluar pasar.
Lebih jauh, ia mengkritik adanya kolusi antara pembeli dan penjual (ibid,hlm.25).[17] Ia menyokong homogenitas dan standarisasi produk dan melarang pemalsuan produk serta penipuan pengemasan produk untuk dijual (ibid, hlm 21).[18] Penekanannya terhadap pasar dan komoditas, seperti juga kontrak jual beli, bergantung pada izin, dan izin memerlukan pengetahuan dan pemahaman (ibid, hlm.49, 50).[19]
Ibnu Taimiyah menentang peraturan yang berlebihan ketika kekuatan pasar secara bebas bekerja untuk menentukan harga yang kompetitif. Dengan tetap memperhatikan pasar tidak sempurna, ia merekomendasikan bahwa bila penjual melakukan penimbunan dan menjual pada harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga normal, padahal orang-orang membutuhkan barang ini, maka para penjual diharuskan untuk menjualnya pada tingkat harga ekuivalen (ibid, hlm.25).[20] Secara kebetulan, konsep ini bersinonim dengan apa yang disebut harga yang adil. Lebih jauh bila ada elemen-elemen monopoli (khususnya dalam pasar bahan makanan dan kebutuhan pokok lainnya), Pemerintah harus turun tangan melarang kekuatan monopoli (ibid hlm. 25-26).[21]
D. Mekanisme Pasar Menurut Ibnu Khaldun (1332-1404).
Ibnu Khaldun adalah ulama besar dan juga dikenal sebagai bapak ilmu ekonomi. Karya monumental Ibnu Khaldun adalah al-Muqaddimah yang menulis secara khusus satu bab berjudul “ Harga-harga di kota-kota”. Ia membagi jenis barang menjadi barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Menurut dia, bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya bertambah banyak, harga-harga barang kebutuhan pokok akan mendapat prioritas pengadaannya. Akibatnya penawaran meningkat dan ini berarti turunnya harga. Adapun untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah meningkat.
Ibnu Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci, ia menjabarkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi permintaan. Setelah itu, ia pula menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tersebut, pada sisi penawaran (The Muqaddimah of Ibnu Khaldun, II:276-8).[22]
Pada bagian lain dari bukunya, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik dan turunnya penawaran terhadap harga. Ia mengatakan, “ Ketika barang-barang yang tersedia sedikit, harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang akan melilmpah, dan harga-harga akan turun” (ibid. 338).[23] Hal ini menunjukan bahwa Ibnu Khaldun, sebagaimana Ibnu Taimiyah, telah mengidentifikasikan kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga.
Bahwa Al-Ghazali pernah menyatakan bahwa motif berdagang adalah mencari keuntungan (Ihya, II:73).[24] Ghazali juga menyatakan bahwa hendaknya motivasi keuntungan itu hanya untuk barang-barang yang bukan kebutuhan pokok. Keuntungan yang didefinisikan Ghazali adalah sebagai keuntungan di dunia maupun di akaherat.
Nah, Ibnu Khaldun menjelaskan secara lebih rinci. Menurut dia, keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan, sedangkan keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan karena pedagang kehilangan motivasi. Sebaliknya, bila pedagang mengambil keuntungan sangat tinggi, juga akan membuat lesu perdagangan karena lemahnya permintaan konsumen (ibid, 340-341).[25]

III. Kebijakan Harga Menurut Islam.

Dalam perspektif ekonomi Islam, pasar (market) mendapat kedudukan yang penting. Pada masanya, Rasulullah sangat menghargai harga yang terbentuk oleh pasar yang dikatakan beliau sebagai harga yang adil dan menyuruh umatnya agar mematuhi harga pasar ini. Beliau menolak untuk membuat kebijakan penetapan harga pada saat tingkat harga ketika itu di Madinah tiba-tiba naik. Sepanjang kenaikan terjadi karena kekuatan permintaan dan penawaran yang murni, yang tidak disertai dengan dorongan-dorongan monopolistik dan monopsonistik, maka tidak ada alasan untuk tidak menghormati harga pasar.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh enam imam hadis utama (kecuali Al Nasai) seorang sahabat bertanya kepada rasulullah ”Wahai rasulullah tentukanlah harga untuk kita !”. Rasul menjawab, ”Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah, serta pemberi rezeki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kedzaliman dalam hal harta dan darah”
Hadis di atas maknanya, bahwa harga yang terbentuk di pasar merupakan hukum alam (sunnatullah), individu tidak dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi kekuatan Allah. Pelanggaran terhadap harga pasar, yaitu penetapan harga merupakan suatu ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggungjawabannya di hadapan Allah.

IV. Kaidah Fiqh dalam Mekanisme Pasar.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penentuan harga tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Keseimbangan pasar terjadi pada saat perpotongan antara kurva supply dan demand dalam keadaan ’an taraddim minkum (rela sama rela). Bila ada yang mengganggu keseimbangan ini, maka pemerintah harus melakukan intervensi ke pasar. Seperti firman Allah dalam Surah An-Nisaa ayat 29.

Surah An-Nisaa ayat 29.
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Dalam hal harga, para ahli fiqh merumuskannya sebagai the price of the equivalent (istilah fiqihnya thaman al mithl). Konsep the price of the equivalen ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif. Merupakan konsekuensi dari konsep tersebut, dalam ekonomi Islam, monopoli, duopoly, dan oligopoly dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual, atau beberapa penjual tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan di atas keuntungan normal.
Hadist Rasulullah SAW. Menjelaskan dengan lebih rinci tentang hal yang diperkenankan dalam transaksi perdagangan yang dilakukan oleh seorang muslim dalam bentuk larangan-larangan sesuai dengan kondisi yang saat itu terjadi. Beberapa hadist tersebut adalah :
“ Nabi melarang jual beli anak kambing yang masih dalam kandungan ibunya” (HR. Bukhari, Muslim, An-Nasa’I dan Tirmidzi). Artinya ” Nabi melarang jual beli ikan dalam air (HR. Ahmad). Artinya ” Nabi melarang adanya dua jenis transaksi dalam satu akad/kontrak (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Nasa’i). Artinya ” Janganlah kamu menjual sesuatu yang tidak dimiliki (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Artinya “ Nabi melarang menjual barang yang belum diserahterimakan” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya ” Nabi melarang kami berjual beli dengan Talaq ar-Rukhban dab Hadir al-Bad” (HR. Muslim). Artinya ” Nabi melarang jual beli dengan penawaran palsu” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Inbu Abbas, ”Rasulullah SAW. Bersabda, ’ Jangan kamu mencegat orang-orang yang akan ke pasar di jalan sebelum mereka sampai di pasar’.” (Sepakat Ahli Hadist).

Dari Abu Hurairah, ” Rasulullah SAW. Telah bersabda, ‘ Janganlah diantara kamu menjual sesuatu yang sudah di beli oleh orang lain’.”(Sepakat Ahli Hadist).

Dari Ibnu Umar, ” Nabi SAW. telah melarang menjual buah-buahan sebelum buahnya tampak masak (pantas diambil).” (Sepakat ahli Hadist).

Dari Abu Hurairah. Ia berkata, ” Nabi SAW. telah melarang memperjualbeliakan barang yang mengandung tipu daya.” (Riwayat Muslim dan lainnya).

”Janganlah engkau menjual sesuatu yang engkau beli sebelum engkau terima ”.(Riwayat Ahmad dan Baihaqi).

Dari Abu Hurairah, ” Bahwasannya Rasulullah SAW. Pernah melalui onggokan makanan yang bakal dijual, lantas beliau memasukan tangan beliau kedalam onggokan itu, tiba-tiba didalamnya jari beliau meraba yang basah. Beliau keluarkan jari beliau yang basah itu, seraya berkata, ’Apakah ini ? ’ jawab yang punya makanan, ’ Basah karena hujan, ya Rasulullah. ’ Beliau bersabda, ’ Mengapa engkau tidak taruh di bagian atas supaya dapat dilihat orang ? Barang siapa yang menipu, maka ia bukan umatku’.” (Riwayat Muslim). Artinya ” Nabi melarang jual beli yang mengandung unsur tipu daya”. (HR. Muslim dan Ahmad).
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang dapat menimbulkan ketidakadilan dilarang, antara lain :
Talaqqi rukban dilarang karena pedagang yang menyongsong di pinggir kota mendapat keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari kampung akan harga yang berlaku di kota. Mencegah masuknya pedagang ke kota ini (entry barrier) akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
Mengurangi timbangan dilarang karena barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.
Menyembunyikan cacat barang dilarang karena penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk.
Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar.
Menukar satu takar kurma kualitas bagus dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma mempunyai harga pasarnya. Rasulullah menyuruh menjual kurma yang satu, kemudian membeli kurma yang lain dengan uang.
Transaksi Najasy dilarang karena si penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik.
Ikhtikar dilarang, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
Ghaban fa hisy (besar) dilarang, yaitu menjual di atas harga pasar.

V. Kesimpulan.

Mekanisme pasar menurut Islam adalah suatu sistem mekanisme pasar yang diatur dalam Konsep Islam dan Konsep Islam memiliki rambu-rambu dan aturan main yang dapat diterapkan dipasar dalam upaya menegakan kepentingan semua pihak, rambu dan aturan tersebut terdapat dalam Al-Quran dan Hadist.

Daftar Pustaka

Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Adiwarman A. Karim, Gema Insani, 2001.
Fiqh Islam, Sulaiman Rasjid., Sinar Baru Algensinndo, 2001.
Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad Arief Mufraeni, Bey Sata Utama, Kencana Prenada Media Group, 2006.
Quran Player, “ Versi 2.0.1.0”, Copyright 2005 Wawan Sjachriyanto dari Ali Abdurrahman Al- Hudzaifi Muhammad Ayyub.
Beberapa Literatur dari Internet.

[1] Adiwarman A.Karim, Ekonomi Islam suatu kajian kontemporer, Gema Insani 2001, hlm. 154
[2] Ibid hlm. 156
[3] Ibid hlm. 156
[4] Ibid hlm 157
[5] Ibid hlm 158
[6] Ibid hlm 158
[7] Ibid hlm 158
[8] Ibid hlm 158
[9] Ibid hlm 158
[10] Ibid hlm 158
[11] Ibid hlm 159
[12] Ibid hlm 159
[13] Ibid hlm 160
[14] Ibid hlm 160
[15] Ibid hlm 161
[16] Ibid hlm 161
[17] Ibid hlm 161
[18] Ibid hlm 161
[19] Ibid hlm 162
[20] Ibid hlm 162
[21] Ibid hlm 162
[22] Ibid hlm 163
[23] Ibid hlm 164
[24] Ibid hlm 164
[25] Ibid hlm 164

Monday 1 September 2008

Filantropi Menurut Al- Quran & Hadist

Oleh : Slamet Wiharto

Istilah Filantropi, berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Philanthropy.” Kata philantropy itu terdiri dari dua kata yaitu “philos” dan “anthropos”, kata philos yang berarti cinta atau kasih, dan anthropos yang berarti manusia. Dan bila diartikan, kira-kira berarti cinta atau belas kasih kepada sesama manusia. Maka filantropi dapat diartikan sebagai, upaya menolong sesama, kegiatan berderma, atau kebiasaan beramal dari seseorang yang dengan ikhlas menyisihkan sebagian harta atau sumberdaya yang dimilikinya untuk disumbangkan kepada orang lain yang memerlukan, atau sebagai kebaikan hati yang diwujudkan dalam perbuatan baik, dengan menolong dan memberikan sebagian harta, tenaga maupun fikiran secara sukarela untuk kepentingan orang lain.

Bila dilihat dalam kehidupan kita sekarang ini, di zaman yang serba sulit dan penuh dengan ketidak pastian, sangat terlihat sekali jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang sangat dapat memicu kecemburuan sosial dalam hidup bermasyarakat. filantropi dalam hal ini sangat berperan penting dalam menjembatani antara si kaya dan si miskin dalam kehidupannya.

Dalam ajaran Islam sangat dianjurkan/ diperintahkan kepada umatnya, khususnya orang kaya, untuk perduli kepada orang miskin, atau orang yang berkelebihan harta untuk memberikan sebahagian hartanya kepada orang yang kekurangan. Karena seperti halnya menyantuni anak yatim, janda miskin, orang yang terbelit oleh hutang dan orang yang kekurangan adalah suatu amanah dalam keagamaan yang luhur. Upaya atau kegiatan berderma inilah yang disebut sebagai filantropi Islam. Perintah atau anjuran berderma inilah terkandung nilai nilai ideal kemurahan hati, keadilan sosial, saling berbagi dan saling memperkuat diantara umat islam.

Dalam Ajaran Islam, perintah atau anjuran untuk mengupayakan kegiatan- kegiatan dalam berderma, dapat di wujudkan dengan kegiatan berzakat, berinfak, bershadaqah dan berwakaf. Dengan perwujudan upaya- upaya itulah maka, Istilah filantropi dalam Islam sangat populer dengan kata “ZISWAF” yaitu sebuah singkatan dari kata; Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf .

Pengaturan perintah atau anjuran dalam ZISWAF telah diatur dalam Al-Quran dan Hadist. Al-Quran dan Hadist adalah pedoman/ pegangan hidup yang berisi tentang perintah, aturan larangan dan anjuran dalam berkehidupan agar selamat dunia maupun akherat bagi umat dan ajaran Islam. Seperti dalam Al-Quran :

Surah Al- Baqarah : 177
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Qatadah menerangkan tentang kaum Yahudi yang menganggap bahwa yang baik itu shalat menghadap ke barat, sedang kaum Nashara mengarah ke timur, sehingga turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 177). (Diriwayatkan oleh Abdur-razzaq dari Ma'mar, yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abil 'Aliyah.) Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 177) sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah SAW tentang "al-Bir" (kebaikan). Setelah turun ayat tersebut di atas (S. 2. 177) Rasulullah SAW memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat tersebut kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardhu. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan "Asyhadu alla ilaha illalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'Abduhu wa rasuluh", kemudian meninggal di saat ia tetap iman, harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu ialah apabila shalat mengarah ke barat, sedang kaum Nashara mengarah ke timur.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Qatadah.)

Ayat ini diturunkan untuk menolak anggapan orang-orang Yunani dan Nasrani yang menyangka bahwa kebajikan itu dapat diartikan dengan menghadapkan wajah ke arah timur dan barat sewaktu sholat. Lalu dijelaskanlah bagaimana ciri orang yang beriman, dan salah satunya adalah orang yang memberikan harta yang dicintainya untuk kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, dan pada budak (sedekah, infak dan wakaf), juga orang orang yang menunaikan zakat.

Surah Al-Baqarah : 267
267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Surah Al-Imran : 92
92. Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Surah Al-Imran : 133
133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,

Surah Al-Imran : 134
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Surah At- Taubah : 103
103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo`alah untuk mereka. Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Begitupun dengan Hadist, seperti dalam Hadist :
36.Hadist yang bersumber dari Malik bin Anas dari pamannya Abu Suhail bin Malik dari ayahnya bahwasannya ia telah mendengar Thalhah bin Ubaidillah berkata : “ Seorang laki- laki penduduk Najd datang kepada Rasulullah Saw., Morak- marik (rambut) kepalanya, kami mendengar dengan suaranya dan kami tidak memahami apa yang dikatakannya sehingga dekat, tiba- tiba ia tanya tentang Islam. Lalu Rasulullah Saw. Bersabda : Shalat lima kali dalam sehari semalam”. Lalu ia berkata : “ Apakah ada kewajiban atasku selainnya?” Beliau bersabda : “ Tidak kecuali yang sunnah”. Rasulullah Saw. Bersabda : “ Dan puasa Ramadhan”. Ia bertanya : “ Apakah ada kewajiban atasku selainnya?” Beliau bersabda : “ Tidak kecuali sunnah”. Thalhah berkata : “ Dan Rasulullah menuturkan kepadanya zakat”. Ia berkata : Apakah wajib atasku selainnya?” Beliau bersabda : “ Tidak kecuali sunnah”. Thalhah berkata : Lalu laki- laki itu berpaling seraya berkata : “ Demi Allah saya tidak menambah atas ini dan tidak pula menguranginya”. Rasulullah Saw. Bersabda : “ Berbahagialah dia, jika benar”.

Hadist yang diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. bahwa Rasulullah bersabda,
“ Maka, ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.” Kemudian Rasulullah menyebutkan perintah shalat, lalu bersabda, “ Apabila mereka menantimu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah atas orang- orang kaya dan diberikan kepada orang- orang fakir dari mereka.” (Muttafaq Alaih).
Dalam hadist diatas Rasulullah menjadikan keislaman seseorang sebagai syarat kewajiban zakat atasnya.

Hadist yang diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. ketika Rasulullah mengutusnya ke Yaman bahwa Rasulullah bersabda, “ Dan beritahukanlah mereka bahwa Allah telah mewajibkan Zakat atas mereka, yang diambil dari orang- orang kaya dan diberikan kepada para fakir di antara mereka.” (Muttafaq Alaih)

Hadist yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’I bahwa Rasulallah bersabda, “ Sedekahmu kepada kerabatmu adalah sedekah dan penyambung tali silahturahmi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’I)

Rasulullah bersabda,” Sesungguhnya sedekah memadamkan amarah Tuhan dan menolak kematian yang buruk.” (HR Tirmidzi, dan ia mengatakan bahwa hadist ini adalah Hasan)

Dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, “ Ada tujuh orang yang mendapat naungan Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah…”
yang salah satunya adalah, “ Seseorang yang bersedekah dan merahasiakannya, hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.”

Rasulullah bersabda, “ Sedekah yang diberikan kepada orang miskin adalah sekedar sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat adalah sedekah dan pererat silahturahmi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I dan Ibnu Maajah)

501.Hukum wajib zakat.
Diriwayatkan dari Ibn ‘abbas r.a.: Mu’adz berkata, “ Rasulullah pernah mengutus saya. Beliau bersabda. ‘ Kamu akan mendatangi orang- orang ahli kitab, ajaklah mereka agar mengakui bahwa ‘ tiada tuhan kecuali Allah dan aku utusan Allah’, kalau mereka sudah mematuhinya, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka untuk mengerjakan shalat lima kali sehari semalam. Kalau mereka sudah mematuhinya, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka mengeluarkan zakat, yang dipungut dari orang- orang kaya diantara mereka, kemudian di berikan kepada orang- orang fakir di antara mereka. Kalau mereka sudah mematuhinya, tinggalkanlah harta- harta pilihan mereka, dan takutlah doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dan Allah.’’’ (1:37-38—S.M)

Zakat Fitrah hukumnya wajib, seperti dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, “Rasulullah Saw. Mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadhan sebesar satu Sha’ qamh (jenis gandum) atau sya’ir (jenis gandum) bagi setiap muslim, baik laki- laki maupun perempuan, merdeka atau budak, besar ataupun kecil.”

509.Perintah untuk meminta kerelaan kepada orang yang berzakat.
Diriwayatkan dari Jarir bin ‘Abdillah r.a. : Ada beberapa orang Arab Badui datang menemui Rasulullah Saw. Dan berkata, “Banyak orang yang bersedekah datang kepada kami, lalu mereka menganiaya kami.” Jarir berkata, “ Lalu Rasulullah Saw. Bersabda, ‘ Mintalah kerelaan terhadap orang- orang yang bersedekah kepadamu.’’’ Jarir berkata, “ Sejak saya mendengar Rasulullah Saw. Bersabda demikian, saya mendapatkan semua orang yang datang kepada saya memberikan sedekah (Zakat), pasti dia sudah rela terhadap saya.” (3 : 74—S.M.)

510.Mendoakan orang yang berzakat.
Diriwayatkan dari ‘ Abdullah bin Abu Aufa r.a.: Apabila ada suatu kaum yang datang menghadap Rasulullah Saw. Menyerahkan sedekah (zakat) mereka, beliau berdoa, “ Wahai Allah, ampunilah mereka.” Lalu Abu Aufa datang menyerahkan sedekahnya, beliau berdoa, “ Wahai Allah, ampunilah keluarga Abu Aufa.” (3 : 121—S.M.)

511.Pemberian zakat kepada orang yang lemah iman .
Diriwayatkan dari Sa’ad bin abi waqqash r.a.: Rasulullah Saw. Pernah membagi- bagikan harta rampasan perang. Lalu saya mengatakan kepada beliau, “ Wahai Rasulullah, berilah si fulan itu kerena dia adalah seorang mukmin.” NabiSaw. Bertanya, “ Ataukah dia itu muslim?” saya mengatakan sampai tiga kali, dan beliau mengulanginya tiga kali juga, yaitu, “ Ataukah dia itu muslim?” Selanjutnya, beliau bersabda, “ (Sungguh, saya memberikan harta rampasan perang) kepada seseorang, padahal aku lebih mencintai orang lain, yang demikian ini karena aku khawatir dapat menjerumuskannya ke dalam api neraka.” (1 : 91—S.M.)

523.Anjuran Bersedekah.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Nabi Saw. Bersabda, “ Aku tidak suka sekiranya gunung Uhud di ubah menjadi emas untukku, lalu disimpan di rumahku selama tiga hari, sedangkan masih ada padaku sisa uang satu dinar yang memang aku persiapkan untuk pembayaran utang.” (3 : 75—S.M.)

525.Anjuran menginfakan harta
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah Saw. bersabda, “ Allah Tabaraka wa taala berfirman, wahai anak Adam, berinfaklah! Niscaya aku akan berinfak kepadamu,’’’ Lalu beliau bersabda, “ Tangan kanan Allah itu penuh, tidak kurang sedikitpun, baik pada malam maupun pada siang hari.” (3 : 77—S.M.)

526.Anjuran bersedekah sebelum (tiba waktunya) ketika tak seorang pun mau menerimanya
Diriwayatkan dari Haritsah bin wahb r.a.: Saya pernah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda, “ Bersedekahlah, hampir saja tiba waktunya orang yang berjalan kaki sambil membawa harta sedekahnya, lalu orang yang mau diberi itu berkata, ‘ Kalau saja anda mendatangi kami kemarin, tentu saya akan menerimanya, adapun sekarang, saya tidak membutuhkannya lagi.’’’ Maka, dia tidak mendapatkan seorang pun yang mau menerima sedekahnya. (3 : 84—S.M.)

533.Anjuran untuk bersedekah kepada orang yang membutuhkannya
Diriwayatkan dari Jarir bin ‘Abdillah r.a.: Pada suatu pagi, kami pernah berkumpul bersama Rasulullah Saw. , lalu datanglah suatu kaum dengan berkaki telanjang, berpakaian loreng dan compang- camping sambil menyandang pedang. Kebanyakan dari mereka itu dari Suku Mudhar, bahkan semuanya dari Suku Mudhar. Oleh karena itu, berubahlah wajah Rasulullah Saw. Setelah mengetahui kefakiran mereka. Beliau masuk, lalu keluar lagi, kemudian beliau menyuruh Bilal mengumandangkan Azan dan Iqamah, terus beliau mengerjakan shalat. Setelah itu beliau berkhutbah, diantara khutbah itu, beliau bersabda, “ Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) , dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya itulah Allah mengembangbiakan Laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah, yang dengan menyebut- Nya kamu saling meminta, dan peliharalah hubungan silahturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.’’ Lalu beliau membaca ayat dalam surah Al- Hasyr, “ Wahai orang- orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (kiamat).” Oleh karena itu, hendaknya seseorang mendermakan dinarnya, dirhamnya, pakaiannya, gandumnya dan kurmanya sehingga beliau bersabda, “ (Bersedekahlah) walaupun hanya dengan separuh buah kurma.” Lalu seorang laki- laki Anshar datang membawa satu kantong yang berat, yang hampir- hampir dia tidak kuat mengangkatnya. Kemudian orang- orang mengikutinya berderma, sampai terlihat dua tumpukan makanan dan pakaian, dan saya melihat wajah Rasulullah Saw. Cemerlang berseri- seri. Kemudian Rasulullah Saw. Bersabda “ Barang siapa yang membuat suatu jejak kebaikan dalam Islam, dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya sesudahnya, tidak mengurai sedikitpun pahala orang yang mengerjakannya. Barang siapa yang membuat suatu jejak kejelekan dalam Islam, dia mendapatkan dosanya dan dosa orang yang menerjakannya dan sesudahnya, tidak sedikit pun dosa orang yang mengerjakannya.” (3 : 86-87—S.M.)

543A. Orang yang banyak bersedekah dan beramal baik.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah Saw. bersabda, “ Siapakah diantara kalian yang berpuasa hari ini?” Abu Bakar menjawab, “ Saya.” Beliau bertanya lagi, “ Siapakah diantara kalian yang hari ini ikut mengantarkan jenazah?” Abu Bakar menjawab, “ Saya.” Beliau bertanya lagi, “ Siapakah diantara kalian yang hari ini memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “ Saya.” Beliau bertanya lagi, “ Siapakah diantara kalian yang pada hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “ Saya.” Lalu Rasulullah Saw. Bersabda, “ Seseorang yang terkumpul padanya perkara- perkara tersebut, pasti akan masuk surga.” (3 : 92—S.M.)

543B. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Rasulullah Saw. bersabda, “ Barang siapa membelanjakan sepasang harta kekayaannya (Kuda, Unta, dan sebagainya) di jalan Allah, di surga nanti akan dia akan mendapatkan panggilan, ‘ Wahai hamba Allah, inilah suatu keberuntungan besar!’ orang yang ahli shalat, dipanggil dari pintu shalat; orang yang ahli berjuang (jihad), dipanggil dari pintu jihad; orang yang ahli sedekah, dipanggil dari pintu sedekah; dan orang yang ahli puasa, dipanggil dari pintu Rayyan.” Lalu Abu Bakaar Al- Shiddiq bertanya, “ Tiadalah seseorang harus dipanggil dari semua pintu itu, maka adakah seseorang yang dipanggil dari semua pintu itu?” Rasulullah Saw. Menjawab, “ ya, dan saya berharap kamu termasuk diantara mereka yang dipanggil dari semua pintu itu.” (3 : 91—S.M.)

Semua kebaikan itu adalah sedekah
544. Diriwayatkan dari Hudzaifah r.a., dari Nabi Saw.: Beliau bersabda, “ Semua kebaikan itu adalah sedekah. “ (3 : 82—S.M.)

Tangan yang di atas ( pemberi ) lebih baik dari tangan yang di bawah (peminta )
560. Diriwayatkan dari Abdulah bin Umar r.a. : Rasulullah Saw. Berkutbah di atas mimbar, beliau menyebut- nyebut sedekah dan menahan diri dari meminta- minta. Beliau bersabda, “ Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah; tangan yang di atas adalah pemberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah peminta.” (3 : 94—S.M.)

561.Diriwayatkan dari Hakim bin Hisam r.a. : saya pernah meminta sesuatu kepada Nabi Saw., lalu beliau memberinya. Kemudian saya meminta lagi, beliau memberi lagi, Kemudian saya meminta lagi, beliau memberi lagi. Setelah itu beliau bersabda, “ Sesungguhnya, harta benda ini melimpah dan menyenangkan, barang siapa yang menerimanya dengan jiwa bersih, diberkatilah dia. Barang siapa yang menerimanya dengan jiwa serakah , tidak diberkatilah dia; dia tak ubahnya seperti orang makan yang tak kenal kenyang. Tangan di atas itu lebih baik dari tangan di bawah.” lalu beliau memberinya. Kemudian saya meminta lagi, beliau memberi lagi,”(3 : 94—S.M.)

Mewakafkan industri dan menyedekahkan produksi
1000. Diriwayatkan dari Ibn ‘Umar r.a.: ‘ Umar r.a. pernah mendapatkan bagian kebun (dari hasil rampasan perang) di Khaibar. Lalu dia menghadap Nabi Saw. Untuk memohon fatwa tentang kebun itu. Dia berkata, “ Wahai Rasulullah, saya mendapatkan bagian kebun di Khaibar, yang belum pernah saya mendapatkan suatu harta yang lebih berharga daripada kebun itu. Maka, apakah yang harus saya lakukan terhadap kebun itu?” Beliau bersabda, “ Jika kamu mau wakafkanlah kebun itu dan sedekahkanlah hasilnya!” Kemudian ‘Umar menyedekahkan hasil kebun itu, sedangkan kebunnya tidak dijual, tidak dibeli, tidak diwariskan, dan tidak dihibahkan. Selanjutnya, dia berkata,” ‘Umar menyedekahkan hasil kebun itu kepada orang- orang fakir, kaum kerabat, budak, sabilillah ( di jalan Allah ), ibn sabil ( musafir ),dan tamu. Tiada berdosa orang yang mengurusinya untuk memakan sebagian dari penghasilan wakaf itu dengan cara baik atau memberi makan kawannya tanpa menganggapnya sebagai harta miliknya sendiri ( tidak sewenang- wenang mempergunakannya seperti miliknya sendiri ).” ( 5 : 74—S.M. )

Pahala yang menyertai seseorang sepeninggalnya.
1001. Dari Abu Hurairah r.a.: Rasulullah Saw. Bersabda, “ Apabila seseorang meninggal, putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu amal jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” ( 5 : 73—S.M. )

Hadits Arba'in An-Nawawi dengan Syarah Ibnu Daqiqil 'Ied
Hadist ke- 25, Bersedekah tidak mesti dengan harta
Dari Abu Dzar radhiallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah “. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”. [Muslim no. 1006]
Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, mencegah kemungkaran adalah shadaqah” menyatakan pengakuan bahwa setiap orang yan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melakukan shadaqah, yang hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut sebelumnya, karena amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah fardhu kifayah, sekalipun bisa juga menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan perbuatan sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan sunnah, seperti yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.

Hadits Arba'in An-Nawawi dengan Syarah Ibnu Daqiqil 'Ied
Hadist ke-26, Segala perbuatan baik adalah sedekah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Setiap anggota badan manusia diwajibkan bershadaqah setiap hari selama matahari masih terbit. Kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah, kamu menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah shadaqah, berkata yang baik itu adalah shadaqah, setiap langkah berjalan untuk shalat adalah shadaqah, dan menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”. [Bukhari no. 2989, Muslim no. 1009]
Dalam shahih Muslim disebut jumlah anggota badan ada tiga ratus enam puluh. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Pada asalnya kata “sulaama” bermakna tulang, telapak tangan, jari-jari dan kaki, kemudian kata tersebut biasa dipakai dengan arti seluruh anggota badan”.Sebagian ulama berkata : “Yang dimaksud di sini adalah shadaqah anjuran atau peringatan, bukan berarti shadaqah yang wajib. Sabda beliau “kamu mendamaikan antara dua orang (yang berselisih) adalah shadaqah” yaitu mendamaikan keduanya secara adil.
Pada Hadits lain riwayat Muslim disebutkan :“Setiap anggota badan dari seseorang di antara kamu dapat berbuat shadaqah. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, tetapi semuanya itu bisa Dicukupkan dengan (melakukan) dua raka’at shalat Dhuha”.
Maksudnya, semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota badan tersebut dapat diganti dengan dua raka’at shalat Dhuha, karena shalat merupakan kerja dari semua anggota badan. Jika seseorang shalat, maka seluruh anggota badannya menjalankan fungsinya masing-masing. Wallahu a’lam.

Filantropi Islam, yang di wujudkan dalam zakat, infak, sedekah dan wakaf. Zakat adalah salah satu upaya atau kegiatan aktivitas dalam Filantropi Islam. Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga. Zakat berasal bentukan kata “zaka” yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh dan berkembang. Menurut terminologi syariah (istilah). Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini sangat erat sekali. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang- orang tertentu, dengan syarat- syarat tertentu pula. Harta yang dikeluarkan itu, akan membersihkan, mensucikan, diberkahi, semua harta yang dizakati, dan memelihara pertumbuhannya. Adapun persyaratan harta yang wajib dizakatkan itu, antara lain sebagai berikut. Pertama Al- milk at- tam yang berarti harta itu dikuasai secara penuh dan dimili secara sah, yang di dapat dari usaha, bekerja, warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan dan diambil manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu seperti hasil korupsi, kolusi, suap, atau perbuatan tercela lainnya, tidak sah dan tidak akan diterima zakatnya. Dalam hadist riwayat Imam Muslim, Rasulullah pernah bersabda bahwa Allah SWT tidak akan menerima zakat atau sedekah dari harta yang ghulul (didapatkan dengan cara batil). Kedua, an-namaa adalah harta yang berkembang jika di usahakan atau memiliki potensi untuk berkambang misalnya hata perdagangan, peternakan, pertanian, deposito mudharabah, usaha bersama, obligasi, dan lain sebagainya. Ketiga, telah mencapai nisab, Harta itu telah mencapai ukuran tertentu. Keempat, telah melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang dibutuhkan seseorang dan keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya. Kelima, telah mencapai satu tahun untuk harta- harta tertentu, misalnya perdagangan. Akan tetapi tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya. Zakat dapat dibedakan antara; Zakat mall dan zakat fitrah. Zakat mall adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang- orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu pula. Kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya itu adalah :
Emas, perak dan uang
Barang dagangan
Binatang ternak
Hasil bumi, hasil laut serta hasil jasa seseorang
Barang tambang & barang hasil temuan
Masing- masing golongan harta kekayaan ini berbeda nisab, yakni jumlah minimum harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Haul yaitu jangka waktu yang ditentukan bila seseorang wajib mengeluarkan zakat hartanya, dan Qadar zakatnya yakni ukuran besarnya zakat yang harus di keluarkan. Tuhan menyebut delapan golongan orang- orang yang berhak menerima zakat (8 Asnaf)yaitu:
Fakir
miskin
Amil (orang yang mengurus zakat.)
Muallaf (orang yang baru masuk Islam yang lemah imannya.)
Riqab (hamba sahaya atau budak belian yang baru diberi kebebasan berusaha untuk menebus dirinya supaya menjadi orang merdeka.)
Gharim (orang yang berhutang)
Sabilillah (orang yang dengan segala usaha yang baik, dilakukannya untuk kepentingan agama dan ajaran Islam)
Ibnussabil (orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan yang bermaksud baik)

Sedangkan zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari nafkah keluarga yang wajar pada malam sebelum hari raya Idulfitri. Banyaknya 2,5 kg atau 3,5 liter beras yang dapat dibayar dengan uang seharga tiga setengah liter beras itu. Beras yang dikeluarkan untuk zakat fitrah harus sama kualitasnya dengan beras yang biasa dikonsumsi oleh orang yang bersangkutan sehari- hari. Seorang kepala keluarga, selain dari memfitrahi dirinya sendiri wajib juga memfitrahi semua orang yang menjadi tanggungannya, termasuk istri, anak- anak, orangtua, bahkan pembantu rumah tangganya. Pengeluaran zakat fitrah boleh dilakukan sejak permulaan bulan Ramadhan, namun yang paling utama adalah pada malam sebelum Idulfitri (akhir ramadhan). Selambat- lambatnya pagi 1 syawal sebelum shalat Idulfitri dimulai. Fitrah yang dibayar setelah dilakukannya shalat Idulfitri maka dianggap sedekah biasa, bukan zakat fitrah lagi. Yang diutamakan menerima zakat fitrah adalah fakir miskin (Hadist).
Infak berasal dari kata “anfaqa” yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang kafir untuk kepentingan agamanya (surah al- anfal : 36). Sedangkan menurut terminologi syariah, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/ penghasilan untuk sutu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika Zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisabnya. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang barpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit. Jika zakat harus diberikan pada orang yang berhak dizakati atau 8 asnaf, maka infak dapat diberikan kepada siapa pun juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya. Infak juga berarti, pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali ia memperoleh rezeki, sebanyak yang dikehendakinya sendiri.
Sedekah berasal dari kata “Shadaqa” yang berarti “benar” orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariah, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk hukum dan ketentuan- ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memili arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat nonmateriil. Seringkali kata- kata sedekah dipergunakan dalam al-quran, tetapi maksud sesungguhnya adalah zakat. Yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan sekali untuk berinfak dan bersedekah, Berinfak adalah ciri utama orang yang bertakwa, ciri mukmin yang sungguh- sungguh imannya, ciri mukminin yang mengharapkan keuntungan abadi. Berinfak akan melipat gandakan pahala di sisi Allah. Sebaliknya, tidak mau berinfak sama dengan menjatuhkan diri pada kebinasaan. Sedekah adalah pemberian sukarela yang dilakukan seseorang kepada orang lain, terutama kepada orang- orang miskin, setiap kesempatan terbuka yang tidak ditentukan baik jenis, jumlah maupun waktunya. Lembaga sedekah sangat digalakan oleh ajaran Islam untuk menanamkan jiwa sosial dan mengurangi penderitaan orang lain. Sedekah tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material saja, tetapi juga dapat berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain. Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang lain, termasuk dalam katagori sedekah.
Secara harfiah, wakaf berarti “al- habsu” “menahan” atau “mendiamkan sesuatu”, wakaf adalah menahan atau mendiamkan sesuatu benda sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh pemiliknya semula karena telah berubah status kepemilikannya. Contohnya : sebidang tanah yang awalnya adalah milik Pak Ahmad, kemudian diwakafkan kepada suatu yayasan untuk dibangun di atasnya sebuah masjid maka sejak itu tanah tersebut tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh Pak Ahmad. Tanah tersebut telah berubah kepemilikannya dari hakkul- adam ‘ hak manusia ‘ menjadi hakkullahi ‘ hak Allah ‘. Karena itu,wakaf tidak boleh diperjual belikan, diwariskan, atau diberikan kepada orang (pihak lain) yang menyebabkan hilangnya wakaf tersebut. Wakaf artinya menahan sesuatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam. Orang yang telah mewakafkan hartanya tidak berhak lagi atas barang atau benda yang diwakafkan itu karena selain dari ia telah menanggalkan haknya atas bekas hartanya itu, peruntukannya pun telah berbeda pula yakni untuk kepentingan orang lain atau untuk kepentingan umum. Wakaf adalah salah satu lembaga pemanfaatan yang sangat digalakan dalam ajaran Islam karena merupakan perbuatan baik yang pahalanya tidak putus- putus diterima oleh yang melakukannya, selam barang yang diwakafkan itu tidak musnah dan terus dimanfaatkan orang. Menuru ketentuan Islam, ada beberapa unsur dan syarat yang harus dipenuhi agar wakaf terwujud, yaitu : Ada orang yang mewakafkan hartanya, ada harta yang di wakafkan, ada tujuan yang jelas, ada pernyataan atau ikrar dari orang yang berwakaf dan Ikrar itu (di Indonesia) harus di ucapkan menurut ketentuan yang berlaku.
Filantropi Islam sebagai wujud nyata dalam pemerataan pendapatan, dari suatu hasil ekonomi, berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al- Quran dan Hadist. Pemerataan hasil kegiatan ekonomi untuk kemaslahatan umat Islam, atau harus dapat dirasakan oleh seluruh umat Islam, tidak ada kecemburuan sosial antara si kaya dan si miskin, tidak ada lagi jurang pemisah diantara mereka, semua saling cinta kasih, saling membantu antara yang mampu dengan yang tidak mampu, saling tolong menolong, saling menghargai hak dan kewajiban masing – masing dan hidup damai, Dengan Filantropi Islam ( ZISWAF) diharapkan semua umat Islam dapat hidup makmur sejahtera dan bahagia dunia maupun akherat.
Daftar Pustaka

Hadist 36. TERJEMAH HADIST SHAHIH BUKHARI AL IMAM AL BUKHARI oleh UmairulAhbab Baiquni, penerbit “ HUSAINI” Bandung.
MENJAWAB PERSOALAN FIQIH IBADAH, Ahmad Zubaidi, dkk, penerbit“ Al- Mawardi Prima”
PANDUAN PRAKTIS TENTANG ZAKAT, INFAK, SEDEKAH, DRS. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc. , penerbit “Gema Insani”.
PEDOMAN ZAKAT, Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, penerbit “ PT. Pustaka Rizki Putra” Semarang.
SISTEM EKONOMI ISLAM ZAKAT DAN WAKAF, Mohammad Daud Ali, penerbit Universitas Indonesia.
FIQIH SEHARI- HARI, Saleh Al- Fauzan, penerbit “ Gema Insani” Jakarta 2006.
PEDOMAN HIDUP MUSLIM, Abu Bakr Jabir Al- Jaza’iri, penerbit “ Litera AntarNusa”.
Hadist 501, 509, 510, 511, 523, 525, 526, 533, 543A, 543B, 544, 560, 561, 1000, 1001, RINGKASAN SHAHIH MUSLIM, disusun oleh, Al- Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al- ‘ Azhim Al-Mundziri, penerjemah : Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni, penerbit, “ Mizan”.
Hadist Arba’in An- Nawawi dengan Syarah Ibnu Daqiqil’ Ied, “ Versi 1.0”, Dzulqa’dah 1426 H (Desember 2005).
Al- Quran Digital, “ Versi 2.1”, Jumadil akhir 1425 H (Agustus 2004)
Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, Mustafa Edwin Nasution dkk, “ Kencana Prenada Media Group” Jakarta 2006.
Literatur dari Internet, “ Filantropiuntuk keadilan sosial”.

Konsep Produksi Dalam Al- Quran & Hadist

Oleh : Slamet Wiharto

Produksi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan dari ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi lainnya yaitu, konsumsi dan distribusi. Ketiganya memang saling mempengaruhi, namun memang harus diakui bahwa produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan ekonomi. Tidak akan ada konsumsi bila tidak produksi, karena hasil dari berproduksi adalah sesutu yang dapat di konsumsi.
Bila dilihat dari sudut pandang ekonomi konvensional, biasanya produksi dapat dilihat dari tiga hal, yaitu : apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/ jasa diproduksi. Bahwa pertanyaan- pertanyaan tersebut diatas adalah Cara pandang untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk untuk mencapai skala ekonomi. Dalam berproduksi tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, bahwa ketiga faktor produksi lainnya adalah Sumber daya alam, modal, dan keahlian.

Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai, kegitan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang (M. Frank, 2003). Dengan pengertian yang luas bahwa kegiatan berproduksi tidak terlepas dari keseharian manusia. Karena manusia selalu ingin menciptakaan apa saja baik itu barang/ jasa atau yang lainnya yang bermanfaat buat dia sendiri ataupun orang lain yang pemanfaatannya atau yang dikonsumsinya baik pada saat sekarang ini ataupun pada saat yang akan datang. Meskipun demikian, pembahasan tentang konsep produksi dalam ilmu ekonomi konvensional tidak terlepas dari motif utama konsep produksi itu sendiri yaitu, sangat memaksimalkan keuntungan.

Dalam upaya memaksimalkan keuntungan itu, membuat sistem ekonomi konvensional sangat mendewakan produktivitas dan efesiensi ketika kegiatan produksi berlangsung. Sikap ini tekadang membuat para pelaku produsen mengabaikan masalah- masalah external, atau dampak yang merugikan dari proses berproduksi yang biasanya justru menimpa sekelompok masyarakat sekitar yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen atau sebagai bagian dari faktor produksi. Misalnya saja pabrik kertas, yang proses memproduksinya seringkali limbahnya mencemari lingkungan di sekitar bangunan pabrik. Karena pencemaran dari limbah pabrik tersebut maka, masyarakat yang di sekitar pabrik yang tidak mendapat manfaat langsung dari kegiatan pabrik tersebut menjadi sangat menderita.. Baru belakangan ini masalah external dari kegiatan berproduksi menjadi perhatian berkat perjuangan para pemerhati lingkungan atau kalangan LSM. Ekonomi konvensional juga kadang melupakan kemana produknya mengalir. Sepanjang efesiensi ekonomi tercapai dengan keuntungan yang memadai, pada umumnya mereka sudah merasa puas. Bahwa teryata produknya hanya di konsumsi oleh sekelompok kecil masyarakat kaya, Tidaklah menjadi kerisauan sistem ekonomi konvensional.

Motif utama konsep produksi yang sangat memaksimalkan keuntungan dan kepuasan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional, bukannya salah ataupun dilarang di dalam Islam. Islam hanya ingin menempatkan pada posisi yang benar, bahwa semua motif utama dari kegiatan berproduksi yakni dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan di akherat. Maka konsep produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Tujuan dari konsep produksi dalam Islam dapat di lihat pada Al- Quran yaitu pada :

Surah Al-Qashash : 77
77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat 77 pada surah Al- Qashash maksudnya adalah mengingatkan kepada umat manusia didunia untuk mencari kesejahteraan di akherat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya bahwa urusan dunia adalah sarana untuk memperoleh kesejahteraan di akherat. Orang bisa berkompetisi dalam kebaikan urusan- urusan di dunia, tetapi sebenarnya mereka sedang berlomba- lomba untuk mendapatkan kebaikan di akherat.

Sesungguhnya Islam menerima motif- motif berproduksi yang menjadi tujuan dan pendorong dalam ekonomi konvensional. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga menjelaskan norma – norma atau nilai- nilai moral di samping manfaat ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan. Menurut ajaran Islam, manusia adalah Khalifatullah atau wakil dari Allah di muka bumi yang berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada- Nya. Karena Allah adalah satu- satunya pencipta alam semesta, pemilik, dan pengendali alam raya semesta ini yang dengan takdir- Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam raya semesta ini dengan ketetapan- Nya. Norma- norma tentang konsep produksi dalam Islam dapat juga dilihat dalam Al- Quran dalam :

Surah Al-Imran : 14
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Norma atau nilai moral lainnya dapat dilihat dalam Al- Quran :

Surah Al-Jum’ah : 10
10. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Surah Al-Baqarah : 198
198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.

Menurut Asbabun nuzul: Lubabun nuqul fii asbabin nuzul dari Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Quran oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan, mengatakan :

Menurut suatu riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat S. 2: 198) yang Membenarkan mereka berdagang di musim haji. (Diriwayatkan oleh al- Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah Saw yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullah Saw memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah at-Taimi.)

Surah Al-Baqarah : 29
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dalam Hadist, banyak sekali riwayat yang menjelaskan aktifitas produksi barang dan jasa yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya, baik berupa sumber daya alam dan harta, dan dipersiapkan untuk dimanfaatkan oleh pelakunya sendiri atau oleh umat Islam. Diantara Contoh riwayat- riwayat tersebut adalah sebagai berikut :
Usman bin Abul ‘Ash berkata kepada Umar Radhiallahu Anhu, “ Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya di daerah kami terdapat lahan tanah yang tidak dimiliki seseorang, maka putuskanlah dia kepadaku untuk aku kelolanya, sehingga dia mendatangkan manfaat bagi keluargaku dan juga bagi kaum muslimin. “ Maka Umar menetapkan lahan tanah tersebut untuknya. (Ibnu Zanjawaih, Kitab Al- Amwal (2:626)

Semula Umar Radhiallahu Anhu tidak mengijinkan tawanan yang menginjak dewasa untuk masuk ke Madinah. Tapi kemudian Mughirah bin Syu’bah yang berada di Kufah menyebutkan kepadanya anak muda yang memiliki banyak keterampilan, dan meminta izin untuk membawanya masuk ke Madinah, seraya berkata, “ Sesungguhnya anak muda ini memiliki banyak keterampilan yang berguna bagi manusia. Sebab dia tukang besi, ahli ukir, dan tukang kayu.” Maka Umar menulis surat kepada Mughirah dan mengizinkannya untuk mengirimkan anak muda tersebut ke Madinah.

Umar Radhiallahu Anhu sangat memperhatiakn aktifitas pengajaran dan menetapkan “ rizki” bagi para pengajar (Ibnu Qutaibah, Al Mushannaf (4:431)) Sedangkan makna rizki dalam hal ini adalah apa yang ditetapkan di Baitul Mal menurut kadar kebutuhan dan kecukupan bagi Mujahidin, Qadhi, Mufti, Pengajar, dan orang- orang yang memiliki keterkaitan dengan tugas kemaslahatan umum. Jadi rizki disini lebih serupa dengan gaji, pada saat sekarang ini.

Salah satu asisten gubernur Umar Radhiallahu Anhu di Yaman ingin pergi jihad, maka Umar mengembalikannya pada pekerjaannya seraya berkata kepadanya, “ Kembalilah kamu! Sebab, bekerja dengan benar adalah Jihad yang bagus.” (Shahih Ibnu Khuzaimah (4: 68))

Contoh di atas memperlihatkan hubungan erat antara kegiatan produksi dan manfaat yang terdapat di dalamnya. Beberapa contoh di atas mencakup aktifitas yang menghasilkan barang dan jasa. Hingga kegiatan pemerintahan dinilai Umar sebagai kegiatan produksi yang bermanfaat, bahkan dinilainya sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah.
Semua sistem ekonomi, sepakat bahwa produksi merupakan poros aktivitas ekonomi yang berkisar di sekitarnya dan berkaitan dengannya, dimana produksi tidak mungkin ada denga ketiadaannya. Karena itu, aktifitas produksi mendapat perhatian sangat besar dalam semua sistem tersebut. Seperti dalam riwayat :
Umar Radhiallahu Anhu menilai kegiatan produksi sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah. Dalam hal ini beliau mengatakan, “ Tidaklah Allah SWT menciptakan kematian yang aku meninggal dengannya setelah terbunuh dalam jihad fisabilillah yang lebih aku cintai daripada aku meninggal di antara dua kaki untaku ketika berjalan di muka bumi dalam mencari sebagian karunia Allah SWT.” (Ibnu Abi Ad- Dunya, op, cit, hlm. 241). Sesungguhnya penilaian bahwa produktifitas sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah dikuatkan hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik Radhiallahu Anhu. Ia berkata, “ Kami berperang bersama Rasulullah Saw. Di Tabuk, lalu melintas di depan kami seorang pemuda yang gesit membawa hasil kerjanya, maka kami berkata, ‘ Alangkah bila pemuda itu berjihad dalam perang fisabilillah, maka ia akan mendapatkan yang lebih baik daripada hasil kerjanya itu.’ Akhirnya pembicaraan kami sampai kepada Rasulullah Saw, maka beliau berkata, ‘ Apa yang telah kalian katakan?’ kami menjawab, ‘ Demikian, dan demikian, ‘ Maka beliau berkata, ‘Ketahuilah, bahwa bila dia bekerja untuk kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya, maka dia berjuang di jalan Allah. Jika dia bekerja untuk mencukupi keluarganya, Maka dia berjuang di jalan Allah. Dan, jika dia bekerja untuk mencukupi dirinya, maka dia berjuang di jalan Allah.” (Hadist ini dikeluarkan oleh Al- Mundziri).
Hadist ini menjelaskan keutamaan produksi, baik yang memanfaatkan dirinya sendiri atau orang lain.

Umar Radhiallahu Anhu berpendapat bahwasannya melakukan aktifitas produksi lebih baik daripada mengkhusukan waktu pada ibadah- ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti hal itu adalah riwayat yang mengatakan, bahwa “Umar Radhiallahu Anhu melihat tiga orang di mesjid tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah satu di antara mereka, “ Dari mana kamu makan?’ Ia menjawab, ‘ Aku adalah hama Allah, dan Dia mendatangkan kepadaku rizkiku bagaimana Dia menghendaki.’ Lalu Umar meninggalkannya, dan menuju kepada orang yang kedua seraya menanyakan hal yang sama. Maka dia memberitahukan kepada umar dengan mengatakan, “ Aku memiliki saudara yang mencari kayu di gunung untuk dijual, lalu dia makan sebagian dari hasilnya, dan dia datang kepadaku memenuhi kebutuhanku.’ Maka Umar berkata, ‘ Saudara kamu lebih beribadah daripada kamu.’ Kemudian Umar mendatangi orang yang ketiga seraya bertanya tentang hal yang sama. Ia menjawab, ‘ Manusia melihatku, lalu mereka datang kepadaku dengan sesuatu yang mencukupiku.’ Maka Umar memukulnya dengan tongkatnya dan berkata kepadanya, ‘ Keluarlah kamu ke Pasar,’ atau ucapan yang seperti itu.’ ( Ibnu Al- Haj, Al- Madkhal (4:464))

Umar Radhiallahu Anhu menghimbau kaum muslimin untuk memperbaiki ekonomi mereka dengan melakukan kegiatan yang produktif, dimana beliau menyampaikan pembicaraan demikian itu kepada rakyatnya yang dekat juga yang jauh. Di antara riwayat yang berkaitan dengan hal ini, bahwa ketika Abu Dzibyan Al- Asadi datang dari Iraq, Umar berkata kepadanya tentang gajinya. Ketika Umar diberitahunya, maka Umar menghimbaunya agar sebagian dari gajinya diinvestasikan dalam sebagai aktifitas yang produktif, dan berkata kepadanya, “ Nasehatku kepadamu, dan kamu berada di sisiku, adalah seperti nasehatku terhadap orang yang di tempat terjauh dari wilayah keum muslimin. Jika keluar gajimu, maka sebagiannya agar kau belikan kambing, lalu jadikanlah di daerah mu. Dan jika keluar gajimu yang selanjutnya, belilah satu atau dua ekor, lalu jadikanlah sebagai harta pokok.”
Maksud dari riwayat ini adalah agar seseorang menjadikan sebagian hartanya untuk modal tetap dalam ekonomi yang produktif.

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al- Ansyahari Radhiallahu Anhu, dia berkata,” Rasulullah melarang untuk memakan hasil penjualan anjing, mahar orang yang berzina, dan hadiah dari tukang sihir.” (Bukhari, Shahih Al- Bukhari, jilid 2, hal 779)

Diriwayatkan dari Abu Jahifah Radhiallahu Anhu, Dia berkat, “ Rasulullah melarang untuk memakan hasil penjualan darah. Nabi juga melarang orang yang membuat tato dan orang yang ditato, memakan riba dan orang yang mewakilkannya, dan beliau melknat pembuat gambar. ( Ibid Jilid 2, hal. 735).

Hadist yang di riwayatkan Muslim dari Bukhari Umar bahwa Rasulullah melarang menjual tanaman sebelum berbuah. Hikmah dalam larangan menjual buah sebelum layak, dan menjual tanaman sebelum batangnya kuat, karena pada saat itu buah dan tanaman biasa terkena penyakit, dan mudah binasa. Sebagaimana Nabi Saw. Menerangkan hal itu dengan sabda beliau, “ Bagaimana jika Allah menggagalkan buah tersebut, maka dengan alasan apakah salah seorang dari kalian mengambil harta saudaranya?”
Dan beliau bersabda tentang batang gandum, “ Hingga batang tersebut sudah berwarna putih dan aman dari penyakit.”
Penyakit itu maksudnya adalah penyakit yang sering mengenai pohon dan membuatnya rusak. Aturan ini merupakan bentuk kasih sayang terhadap manusia, menjaga harta mereka, dan memutuskan perselisihan yang dapat menyebabkan permusuhan dan kebencian.

Larangan menjual minuman keras
930. Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin wa’lah Al- Saba’I (seorang penduduk mesir) bahwa ia pernah bertanya pada ‘ Abdullah bin ‘Abbas Radhiallahu Anhu tentang perubahan buah anggur. Kemudian Ibn ‘ Abbas Radhiallahu Anhu menjawab, “Ada seorang laki- laki pernah menghadiahkan satu kantongtuak kepada Rasulullah Saw., lalu beliau bersabda kepadanya, ‘ Tidak tahukah kamu bahwa Allah telah mengharamkannya?’ Orang itu menjawab, ‘ Tidak.’ Kemudian orang itu berbisik- bisik dengan seseorang di dekatnya. Lalu Rasulullah Saw. Menanyainya, ‘ Apa yang kamu bisikan kepadanya?’ Orang itu menjawab, ‘ Saya suruh dia menjualnya saja.’ Beliau bersabda,’ Sesungguhnya, yang Dia haramkan meminumnya, Dia haramkan pula menjualnya.’ Lalu orang itu, membuka wadah tuaknya, kemudian tuak itu dituangkannya sampai habis sama sekali.” (5: 40- S.M.)

Riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata, “ Sampai kepada Umar bahwa Fulan menjual khamar, maka dia berkata, ‘ Allah mengutuk Fulan! Tidakkah dia mengetahui bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, ‘ Allah mengutuk Yahudi, karena diharamkan kepada mereka lemak (babi), lulu mereka mengumpulkannya kemudian mereka jual.’’’(Al- Bukhari, Ash- Shahih, hadist no. 2223 dan muslim, Ash- Shahih, hadist no. 1582.)
Ibnu Hajar menjelaskan hadist ini dengan menyebutkan beberapa bentuk, diantaranya bahwa orang disebut dalam kisah tersebut “ menjual anggur kepada orang yang akan menjadikannya sebagai khamar.”
Sesungguhnya korelasi antara produksi dan konsumsi berdampak pada perlindungan terhadap sumber- sumber ekonomu kaum muslimin, yaitu dengan mengexplorasikannya dalam produk- produk halal yang mencerminkan kebutuhan yang hakiki bagi manusia, sehingga didapatkan keberkahan sumber- sumber ekonomi yang dikaruniakan Allah kepada kaum muslimin.

Sabda Nabi Muhammad Saw., “ Tidaklah seseorang memakan makanan apapun yang lebih baik daripada dia makan dari hasil pekerjaan tangannya; dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaan tangannya.” (HR. Al- Bukhari, Ash- Shahih, hadist no. 2072)

Hadist yang diriwayatkan Rafi’ bin Khudaij, ia berkata,” Rasulullah Saw. Ditanya, ‘Apakah pekerjaan yang paling bagus, atau paling utama?’ Beliau menjawab, ‘ Pekerjaan seseorang dengan tangannya, dan setiap dagang yang bagus.” (HR. Ahmad, A-l Musnad, hadist no. 16814).
Hadist Nabawi di atas menerangkan bahwa, Setiap kali kegiatan ekonomi seperti produksi, lebih banyak halalnya dan lebih jauh dari syubhat, maka dia lebih utama dan bagus.
Setelah kita telah mengetahui Surah dan ayah dalam Al- Quran serta hadist- hadist nabi dan riwayat para sahabat yang ada hubungannya dengan kegiatan ekonomi yaitu produksi khususnya, Maka kita telah mendapatkan arahan- arahan mengenai konsep/ prinsip produksi yang ada dalam Al- Quran dan Hadist Rasulullah Saw. Sebagai berikut :
Bahwa manusia hidup di muka bumi ini adalah sebagai khalifah atau wakil dari pemilik dan pencipta alam semesta, langit, bumi beserta segala isinya yang absolut yaitu Allah SWT. Karena sifatnya yang Rahman dan Rahiim- Nya kepada Manusia, maka tugas manusia adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalannya, yang dilandasi dari sifat Allah dalam memanfaatkan langit, bumi beserta segala isinya.
Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al- Quran dan Hadist.
Tehnik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda : “ Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
Dalam berinovasi dan berexperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karana berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal kepada- Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama- agama selain Islam. Sesungguhnya Islam mengingkari itu semua dan menyuruh untuk bekerja dan berbuat, bersikap hati- hati dan melaksanakan semua persyarata. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT. Sebagai pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
Adapun kaidah- kaidah dalam berproduksi antara lain adalah :
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus di penuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya kaidah/ agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/ kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itulah maka umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian, dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqih memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia bisa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaninya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencapakup kekuatan fisik, kesehatan, efesiensi dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan- kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohiah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
Dalam Islam menurut Muhammad Abdul Mannan (1992), perilaku produksi tidak hanya menyadarkan pada kondisi permintaan pasar, melainkan juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Pendapat ini di dukung oleh M.M. Metwally (1992) yang menyatakan bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tingkat keuntungan tetapi juga oleh variabel pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Mekanisme charity atau good deeds dalam Islam diwajibkan dalam bentuk Zakat dan Islam mewajibkan sedekah dari mereka yang mampu untuk membantu golongan miskin dan negara diberi kewenangan untuk mengelola sedekah tersebut.
Produktivitas dimata Islam, suatu siang di kota Madinah yang sibuk. Rasulullah menciumi tangan salah seorang umatnya. Maklum karena ia seorang buruh yang terbiasa bekerja keras, tentu saja telapak tangannya sangat kasar. “ Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasul- Nya, “ demikian seru beliau pada khalayak yang hadir di tempat itu.
Pada kesempatan yang lain, beliau menegur seseorang yang malas dan meminta- minta, seraya menunjukan kepadanya jalan kearah kerja produktif. Rasulullah meminta orang tersebut menjual aset yang dimilikinya dan menyisihkan hasil penjualannya untuk modal membeli alat (kapak) untuk mencari kayu bakar di tempat bebas dan menjualnya ke pasar. Beliaupun memonitor kinerjanya untuk memastikan bahwa ia telah mengubah nasibnya berkat kerja produktif. Begitulsh kerja produktif yang memang memiliki nilai yang tinggi dalam Islam.
Bekerja dan berusaha selalu diteladani oleh para rasul. Mari kita tengok sejarah. Para rasul dan nabi kita adalah orang- orang yang kreatif dan produktif. Muhammad terkenal sebagai pedagang yang rajin dan jujur, Nuh ahli membuat kapal, Daud ahli membuat baju Zirah (baju besi), Musa adalah pengembala domba. (setyanto, 2002)
Kita juga tahu, Nabi Muhammad bahkan sejak kecil telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dimasa kecil ia menjadi pengembala domba bagi penduduk Mekkah dengan upah beberapa Qirath. Setelah dewasa ia menjadi pelaku perniagaan ekspor impor kenegeri yang waktu itu dikatakan sebagai negeri yang jauh, yakni Syam atau Syiria sekarang. Dalam hadist yang diriwayatkan Tirmidzi, Muhammad bersabda bahwa pedagang yang jujur akan dikumpulkan dihari kiamat nanti bersama kaum shidiqin dan syuhada.
Dengan mendasarkan diri dari keteladanan para rasul ini, maka seorang muslim semestinya harus selalu bersikap kreatif sekaligus produktif, dan menjauhkan diri dari sikap pasif dan konsumtif. “ Tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan, kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika seorang dari kamu mencari kayu bakar, kemudian mengumpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali lantas memikulnya dipunggungnya, sesungguhnya itu lebih baik ketimbang meminta- minta kepada orang lain.” (HR. Bukhari Muslim). Sebaliknya sangatlah tercela seorang muslim yang pekerjaannya meminta- minta pada orang lain. “ Barang siapa membuka pintu bagi dirinya untuk meminta- minta, maka Allah akan membukakan pintu kemelaratan baginya.” (HR. Ahmad).
Dengan bekerja daan menghasilkan sesuatu, lambat laun seseorang akan mandiri secara ekonomi. Demikian pula halnya dengan negara, semakin banyak warganya yang mandiri, serta bekerja dan berusaha secara produktif, akan semakin tinggi tingkat kemandiriannya. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengangguran, seperti yang dialami Indonesia saat ini, semakin rendahlah tingkat kemandirian ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, upaya dan langkah- langkah yang mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha dan lapangan kerja seperti usaha kecil, mendapatkan prioritas yang tinggi dalam Islam.
Produktivitas haruslah sejalan dengan terpeliharanya keadilan bagi semua orang. Setiap anggota komponen masyarakat harus dipacu untuk menghasilkan sesuatu, sesuai bidangnya. Semua itu harus dilindungi jaminan keamanan serta keadilan bagi setiap orang, pengakuan dan penghargaan untuk setiap pencapaian, dan sanksi yang tegas bagi prilaku yang kontraproduktif (stick and carot).
Pada titik ini, terbayang kembali di mata kita pemandangan yang mengharukan itu, bagaimana Rasulullah menciumi tangan umatnya yang kasar karena dipakai untuk bekerja.”inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasull-Nya.” Begitu seru Rasulullah.
Maka konsep produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Dalam berproduksi tadi, ekonomi Islam menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, bahwa ketiga faktor produksi lainnya adalah Sumber daya alam, modal, dan keahlian. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist.

Daftar Pustaka

Hadist Arba’in An- Nawawi dengan Syarah Ibnu Daqiqil’ Ied, “ Versi 1.0”, Dzulqa’dah 1426 H (Desember 2005).
Al- Quran Digital, “ Versi 2.1”, Jumadil akhir 1425 H (Agustus 2004)
Quran Player, “ Versi 2.0.1.0”, Copyright 2005 Wawan Sjachriyanto dari Ali Abdurrahman Al- Hudzaifi Muhammad Ayyub.
Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, Mustafa Edwin Nasution dkk, “ Kencana Prenada Media Group” Jakarta 2006.
FIKIH EKONOMI UMAR bin Al- Khathab, DR. Jaribah bin Ahmad Al- Haritsi, penerjemah, H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc, “ Khalifah”
Hadist 930., RINGKASAN SHAHIH MUSLIM, disusun oleh, Al- Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al- ‘ Azhim Al-Mundziri, penerjemah : Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni, penerbit, “ Mizan”.
MENELADANI KEUNGGULAN Bisnis Rasulullah, Membumikan Kembali Semangat etika Bisnis Rasulullah, DR. Asyraf Muhammad Dawwabah,” Pustaka Nuun).”