Monday 1 September 2008

Konsep Produksi Dalam Al- Quran & Hadist

Oleh : Slamet Wiharto

Produksi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan dari ekonomi yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ekonomi lainnya yaitu, konsumsi dan distribusi. Ketiganya memang saling mempengaruhi, namun memang harus diakui bahwa produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan ekonomi. Tidak akan ada konsumsi bila tidak produksi, karena hasil dari berproduksi adalah sesutu yang dapat di konsumsi.
Bila dilihat dari sudut pandang ekonomi konvensional, biasanya produksi dapat dilihat dari tiga hal, yaitu : apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/ jasa diproduksi. Bahwa pertanyaan- pertanyaan tersebut diatas adalah Cara pandang untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk untuk mencapai skala ekonomi. Dalam berproduksi tadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, bahwa ketiga faktor produksi lainnya adalah Sumber daya alam, modal, dan keahlian.

Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai, kegitan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang (M. Frank, 2003). Dengan pengertian yang luas bahwa kegiatan berproduksi tidak terlepas dari keseharian manusia. Karena manusia selalu ingin menciptakaan apa saja baik itu barang/ jasa atau yang lainnya yang bermanfaat buat dia sendiri ataupun orang lain yang pemanfaatannya atau yang dikonsumsinya baik pada saat sekarang ini ataupun pada saat yang akan datang. Meskipun demikian, pembahasan tentang konsep produksi dalam ilmu ekonomi konvensional tidak terlepas dari motif utama konsep produksi itu sendiri yaitu, sangat memaksimalkan keuntungan.

Dalam upaya memaksimalkan keuntungan itu, membuat sistem ekonomi konvensional sangat mendewakan produktivitas dan efesiensi ketika kegiatan produksi berlangsung. Sikap ini tekadang membuat para pelaku produsen mengabaikan masalah- masalah external, atau dampak yang merugikan dari proses berproduksi yang biasanya justru menimpa sekelompok masyarakat sekitar yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen atau sebagai bagian dari faktor produksi. Misalnya saja pabrik kertas, yang proses memproduksinya seringkali limbahnya mencemari lingkungan di sekitar bangunan pabrik. Karena pencemaran dari limbah pabrik tersebut maka, masyarakat yang di sekitar pabrik yang tidak mendapat manfaat langsung dari kegiatan pabrik tersebut menjadi sangat menderita.. Baru belakangan ini masalah external dari kegiatan berproduksi menjadi perhatian berkat perjuangan para pemerhati lingkungan atau kalangan LSM. Ekonomi konvensional juga kadang melupakan kemana produknya mengalir. Sepanjang efesiensi ekonomi tercapai dengan keuntungan yang memadai, pada umumnya mereka sudah merasa puas. Bahwa teryata produknya hanya di konsumsi oleh sekelompok kecil masyarakat kaya, Tidaklah menjadi kerisauan sistem ekonomi konvensional.

Motif utama konsep produksi yang sangat memaksimalkan keuntungan dan kepuasan yang menjadi pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional, bukannya salah ataupun dilarang di dalam Islam. Islam hanya ingin menempatkan pada posisi yang benar, bahwa semua motif utama dari kegiatan berproduksi yakni dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan di akherat. Maka konsep produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Tujuan dari konsep produksi dalam Islam dapat di lihat pada Al- Quran yaitu pada :

Surah Al-Qashash : 77
77. Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat 77 pada surah Al- Qashash maksudnya adalah mengingatkan kepada umat manusia didunia untuk mencari kesejahteraan di akherat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya bahwa urusan dunia adalah sarana untuk memperoleh kesejahteraan di akherat. Orang bisa berkompetisi dalam kebaikan urusan- urusan di dunia, tetapi sebenarnya mereka sedang berlomba- lomba untuk mendapatkan kebaikan di akherat.

Sesungguhnya Islam menerima motif- motif berproduksi yang menjadi tujuan dan pendorong dalam ekonomi konvensional. Hanya bedanya, lebih jauh Islam juga menjelaskan norma – norma atau nilai- nilai moral di samping manfaat ekonomi. Bahkan sebelum itu, Islam menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan. Menurut ajaran Islam, manusia adalah Khalifatullah atau wakil dari Allah di muka bumi yang berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada- Nya. Karena Allah adalah satu- satunya pencipta alam semesta, pemilik, dan pengendali alam raya semesta ini yang dengan takdir- Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam raya semesta ini dengan ketetapan- Nya. Norma- norma tentang konsep produksi dalam Islam dapat juga dilihat dalam Al- Quran dalam :

Surah Al-Imran : 14
14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Norma atau nilai moral lainnya dapat dilihat dalam Al- Quran :

Surah Al-Jum’ah : 10
10. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Surah Al-Baqarah : 198
198. Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari `Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy`arilharam. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.

Menurut Asbabun nuzul: Lubabun nuqul fii asbabin nuzul dari Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Quran oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan, mengatakan :

Menurut suatu riwayat, pada zaman Jahiliyyah terkenal pasar-pasar bernama Ukadh, Mijnah dan Dzul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di musim haji di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hal itu. Maka turunlah "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (awal ayat S. 2: 198) yang Membenarkan mereka berdagang di musim haji. (Diriwayatkan oleh al- Bukhari yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Menurut riwayat lain Abi Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang menyewakan kendaraan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah Saw yang seketika itu juga turun "Laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Rasulullah Saw memanggil orang itu dan bersabda: "Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim dan lainnya, yang bersumber dari Abi Umamah at-Taimi.)

Surah Al-Baqarah : 29
29. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dalam Hadist, banyak sekali riwayat yang menjelaskan aktifitas produksi barang dan jasa yang dilakukan seorang muslim untuk memperbaiki apa yang dimilikinya, baik berupa sumber daya alam dan harta, dan dipersiapkan untuk dimanfaatkan oleh pelakunya sendiri atau oleh umat Islam. Diantara Contoh riwayat- riwayat tersebut adalah sebagai berikut :
Usman bin Abul ‘Ash berkata kepada Umar Radhiallahu Anhu, “ Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya di daerah kami terdapat lahan tanah yang tidak dimiliki seseorang, maka putuskanlah dia kepadaku untuk aku kelolanya, sehingga dia mendatangkan manfaat bagi keluargaku dan juga bagi kaum muslimin. “ Maka Umar menetapkan lahan tanah tersebut untuknya. (Ibnu Zanjawaih, Kitab Al- Amwal (2:626)

Semula Umar Radhiallahu Anhu tidak mengijinkan tawanan yang menginjak dewasa untuk masuk ke Madinah. Tapi kemudian Mughirah bin Syu’bah yang berada di Kufah menyebutkan kepadanya anak muda yang memiliki banyak keterampilan, dan meminta izin untuk membawanya masuk ke Madinah, seraya berkata, “ Sesungguhnya anak muda ini memiliki banyak keterampilan yang berguna bagi manusia. Sebab dia tukang besi, ahli ukir, dan tukang kayu.” Maka Umar menulis surat kepada Mughirah dan mengizinkannya untuk mengirimkan anak muda tersebut ke Madinah.

Umar Radhiallahu Anhu sangat memperhatiakn aktifitas pengajaran dan menetapkan “ rizki” bagi para pengajar (Ibnu Qutaibah, Al Mushannaf (4:431)) Sedangkan makna rizki dalam hal ini adalah apa yang ditetapkan di Baitul Mal menurut kadar kebutuhan dan kecukupan bagi Mujahidin, Qadhi, Mufti, Pengajar, dan orang- orang yang memiliki keterkaitan dengan tugas kemaslahatan umum. Jadi rizki disini lebih serupa dengan gaji, pada saat sekarang ini.

Salah satu asisten gubernur Umar Radhiallahu Anhu di Yaman ingin pergi jihad, maka Umar mengembalikannya pada pekerjaannya seraya berkata kepadanya, “ Kembalilah kamu! Sebab, bekerja dengan benar adalah Jihad yang bagus.” (Shahih Ibnu Khuzaimah (4: 68))

Contoh di atas memperlihatkan hubungan erat antara kegiatan produksi dan manfaat yang terdapat di dalamnya. Beberapa contoh di atas mencakup aktifitas yang menghasilkan barang dan jasa. Hingga kegiatan pemerintahan dinilai Umar sebagai kegiatan produksi yang bermanfaat, bahkan dinilainya sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah.
Semua sistem ekonomi, sepakat bahwa produksi merupakan poros aktivitas ekonomi yang berkisar di sekitarnya dan berkaitan dengannya, dimana produksi tidak mungkin ada denga ketiadaannya. Karena itu, aktifitas produksi mendapat perhatian sangat besar dalam semua sistem tersebut. Seperti dalam riwayat :
Umar Radhiallahu Anhu menilai kegiatan produksi sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah. Dalam hal ini beliau mengatakan, “ Tidaklah Allah SWT menciptakan kematian yang aku meninggal dengannya setelah terbunuh dalam jihad fisabilillah yang lebih aku cintai daripada aku meninggal di antara dua kaki untaku ketika berjalan di muka bumi dalam mencari sebagian karunia Allah SWT.” (Ibnu Abi Ad- Dunya, op, cit, hlm. 241). Sesungguhnya penilaian bahwa produktifitas sebagai salah satu bentuk jihad fisabilillah dikuatkan hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik Radhiallahu Anhu. Ia berkata, “ Kami berperang bersama Rasulullah Saw. Di Tabuk, lalu melintas di depan kami seorang pemuda yang gesit membawa hasil kerjanya, maka kami berkata, ‘ Alangkah bila pemuda itu berjihad dalam perang fisabilillah, maka ia akan mendapatkan yang lebih baik daripada hasil kerjanya itu.’ Akhirnya pembicaraan kami sampai kepada Rasulullah Saw, maka beliau berkata, ‘ Apa yang telah kalian katakan?’ kami menjawab, ‘ Demikian, dan demikian, ‘ Maka beliau berkata, ‘Ketahuilah, bahwa bila dia bekerja untuk kedua orangtuanya atau salah satu dari keduanya, maka dia berjuang di jalan Allah. Jika dia bekerja untuk mencukupi keluarganya, Maka dia berjuang di jalan Allah. Dan, jika dia bekerja untuk mencukupi dirinya, maka dia berjuang di jalan Allah.” (Hadist ini dikeluarkan oleh Al- Mundziri).
Hadist ini menjelaskan keutamaan produksi, baik yang memanfaatkan dirinya sendiri atau orang lain.

Umar Radhiallahu Anhu berpendapat bahwasannya melakukan aktifitas produksi lebih baik daripada mengkhusukan waktu pada ibadah- ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti hal itu adalah riwayat yang mengatakan, bahwa “Umar Radhiallahu Anhu melihat tiga orang di mesjid tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah satu di antara mereka, “ Dari mana kamu makan?’ Ia menjawab, ‘ Aku adalah hama Allah, dan Dia mendatangkan kepadaku rizkiku bagaimana Dia menghendaki.’ Lalu Umar meninggalkannya, dan menuju kepada orang yang kedua seraya menanyakan hal yang sama. Maka dia memberitahukan kepada umar dengan mengatakan, “ Aku memiliki saudara yang mencari kayu di gunung untuk dijual, lalu dia makan sebagian dari hasilnya, dan dia datang kepadaku memenuhi kebutuhanku.’ Maka Umar berkata, ‘ Saudara kamu lebih beribadah daripada kamu.’ Kemudian Umar mendatangi orang yang ketiga seraya bertanya tentang hal yang sama. Ia menjawab, ‘ Manusia melihatku, lalu mereka datang kepadaku dengan sesuatu yang mencukupiku.’ Maka Umar memukulnya dengan tongkatnya dan berkata kepadanya, ‘ Keluarlah kamu ke Pasar,’ atau ucapan yang seperti itu.’ ( Ibnu Al- Haj, Al- Madkhal (4:464))

Umar Radhiallahu Anhu menghimbau kaum muslimin untuk memperbaiki ekonomi mereka dengan melakukan kegiatan yang produktif, dimana beliau menyampaikan pembicaraan demikian itu kepada rakyatnya yang dekat juga yang jauh. Di antara riwayat yang berkaitan dengan hal ini, bahwa ketika Abu Dzibyan Al- Asadi datang dari Iraq, Umar berkata kepadanya tentang gajinya. Ketika Umar diberitahunya, maka Umar menghimbaunya agar sebagian dari gajinya diinvestasikan dalam sebagai aktifitas yang produktif, dan berkata kepadanya, “ Nasehatku kepadamu, dan kamu berada di sisiku, adalah seperti nasehatku terhadap orang yang di tempat terjauh dari wilayah keum muslimin. Jika keluar gajimu, maka sebagiannya agar kau belikan kambing, lalu jadikanlah di daerah mu. Dan jika keluar gajimu yang selanjutnya, belilah satu atau dua ekor, lalu jadikanlah sebagai harta pokok.”
Maksud dari riwayat ini adalah agar seseorang menjadikan sebagian hartanya untuk modal tetap dalam ekonomi yang produktif.

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al- Ansyahari Radhiallahu Anhu, dia berkata,” Rasulullah melarang untuk memakan hasil penjualan anjing, mahar orang yang berzina, dan hadiah dari tukang sihir.” (Bukhari, Shahih Al- Bukhari, jilid 2, hal 779)

Diriwayatkan dari Abu Jahifah Radhiallahu Anhu, Dia berkat, “ Rasulullah melarang untuk memakan hasil penjualan darah. Nabi juga melarang orang yang membuat tato dan orang yang ditato, memakan riba dan orang yang mewakilkannya, dan beliau melknat pembuat gambar. ( Ibid Jilid 2, hal. 735).

Hadist yang di riwayatkan Muslim dari Bukhari Umar bahwa Rasulullah melarang menjual tanaman sebelum berbuah. Hikmah dalam larangan menjual buah sebelum layak, dan menjual tanaman sebelum batangnya kuat, karena pada saat itu buah dan tanaman biasa terkena penyakit, dan mudah binasa. Sebagaimana Nabi Saw. Menerangkan hal itu dengan sabda beliau, “ Bagaimana jika Allah menggagalkan buah tersebut, maka dengan alasan apakah salah seorang dari kalian mengambil harta saudaranya?”
Dan beliau bersabda tentang batang gandum, “ Hingga batang tersebut sudah berwarna putih dan aman dari penyakit.”
Penyakit itu maksudnya adalah penyakit yang sering mengenai pohon dan membuatnya rusak. Aturan ini merupakan bentuk kasih sayang terhadap manusia, menjaga harta mereka, dan memutuskan perselisihan yang dapat menyebabkan permusuhan dan kebencian.

Larangan menjual minuman keras
930. Diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin wa’lah Al- Saba’I (seorang penduduk mesir) bahwa ia pernah bertanya pada ‘ Abdullah bin ‘Abbas Radhiallahu Anhu tentang perubahan buah anggur. Kemudian Ibn ‘ Abbas Radhiallahu Anhu menjawab, “Ada seorang laki- laki pernah menghadiahkan satu kantongtuak kepada Rasulullah Saw., lalu beliau bersabda kepadanya, ‘ Tidak tahukah kamu bahwa Allah telah mengharamkannya?’ Orang itu menjawab, ‘ Tidak.’ Kemudian orang itu berbisik- bisik dengan seseorang di dekatnya. Lalu Rasulullah Saw. Menanyainya, ‘ Apa yang kamu bisikan kepadanya?’ Orang itu menjawab, ‘ Saya suruh dia menjualnya saja.’ Beliau bersabda,’ Sesungguhnya, yang Dia haramkan meminumnya, Dia haramkan pula menjualnya.’ Lalu orang itu, membuka wadah tuaknya, kemudian tuak itu dituangkannya sampai habis sama sekali.” (5: 40- S.M.)

Riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata, “ Sampai kepada Umar bahwa Fulan menjual khamar, maka dia berkata, ‘ Allah mengutuk Fulan! Tidakkah dia mengetahui bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, ‘ Allah mengutuk Yahudi, karena diharamkan kepada mereka lemak (babi), lulu mereka mengumpulkannya kemudian mereka jual.’’’(Al- Bukhari, Ash- Shahih, hadist no. 2223 dan muslim, Ash- Shahih, hadist no. 1582.)
Ibnu Hajar menjelaskan hadist ini dengan menyebutkan beberapa bentuk, diantaranya bahwa orang disebut dalam kisah tersebut “ menjual anggur kepada orang yang akan menjadikannya sebagai khamar.”
Sesungguhnya korelasi antara produksi dan konsumsi berdampak pada perlindungan terhadap sumber- sumber ekonomu kaum muslimin, yaitu dengan mengexplorasikannya dalam produk- produk halal yang mencerminkan kebutuhan yang hakiki bagi manusia, sehingga didapatkan keberkahan sumber- sumber ekonomi yang dikaruniakan Allah kepada kaum muslimin.

Sabda Nabi Muhammad Saw., “ Tidaklah seseorang memakan makanan apapun yang lebih baik daripada dia makan dari hasil pekerjaan tangannya; dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaan tangannya.” (HR. Al- Bukhari, Ash- Shahih, hadist no. 2072)

Hadist yang diriwayatkan Rafi’ bin Khudaij, ia berkata,” Rasulullah Saw. Ditanya, ‘Apakah pekerjaan yang paling bagus, atau paling utama?’ Beliau menjawab, ‘ Pekerjaan seseorang dengan tangannya, dan setiap dagang yang bagus.” (HR. Ahmad, A-l Musnad, hadist no. 16814).
Hadist Nabawi di atas menerangkan bahwa, Setiap kali kegiatan ekonomi seperti produksi, lebih banyak halalnya dan lebih jauh dari syubhat, maka dia lebih utama dan bagus.
Setelah kita telah mengetahui Surah dan ayah dalam Al- Quran serta hadist- hadist nabi dan riwayat para sahabat yang ada hubungannya dengan kegiatan ekonomi yaitu produksi khususnya, Maka kita telah mendapatkan arahan- arahan mengenai konsep/ prinsip produksi yang ada dalam Al- Quran dan Hadist Rasulullah Saw. Sebagai berikut :
Bahwa manusia hidup di muka bumi ini adalah sebagai khalifah atau wakil dari pemilik dan pencipta alam semesta, langit, bumi beserta segala isinya yang absolut yaitu Allah SWT. Karena sifatnya yang Rahman dan Rahiim- Nya kepada Manusia, maka tugas manusia adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalannya, yang dilandasi dari sifat Allah dalam memanfaatkan langit, bumi beserta segala isinya.
Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al- Quran dan Hadist.
Tehnik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda : “ Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
Dalam berinovasi dan berexperimen, pada prinsipnya agama islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karana berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau karena tawakal kepada- Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama- agama selain Islam. Sesungguhnya Islam mengingkari itu semua dan menyuruh untuk bekerja dan berbuat, bersikap hati- hati dan melaksanakan semua persyarata. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT. Sebagai pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
Adapun kaidah- kaidah dalam berproduksi antara lain adalah :
1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi di maksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus di penuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya kaidah/ agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/ kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itulah maka umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian, dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqih memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia bisa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaninya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencapakup kekuatan fisik, kesehatan, efesiensi dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan- kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohiah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
Dalam Islam menurut Muhammad Abdul Mannan (1992), perilaku produksi tidak hanya menyadarkan pada kondisi permintaan pasar, melainkan juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Pendapat ini di dukung oleh M.M. Metwally (1992) yang menyatakan bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh variabel tingkat keuntungan tetapi juga oleh variabel pengeluaran yang bersifat charity atau good deeds. Mekanisme charity atau good deeds dalam Islam diwajibkan dalam bentuk Zakat dan Islam mewajibkan sedekah dari mereka yang mampu untuk membantu golongan miskin dan negara diberi kewenangan untuk mengelola sedekah tersebut.
Produktivitas dimata Islam, suatu siang di kota Madinah yang sibuk. Rasulullah menciumi tangan salah seorang umatnya. Maklum karena ia seorang buruh yang terbiasa bekerja keras, tentu saja telapak tangannya sangat kasar. “ Inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasul- Nya, “ demikian seru beliau pada khalayak yang hadir di tempat itu.
Pada kesempatan yang lain, beliau menegur seseorang yang malas dan meminta- minta, seraya menunjukan kepadanya jalan kearah kerja produktif. Rasulullah meminta orang tersebut menjual aset yang dimilikinya dan menyisihkan hasil penjualannya untuk modal membeli alat (kapak) untuk mencari kayu bakar di tempat bebas dan menjualnya ke pasar. Beliaupun memonitor kinerjanya untuk memastikan bahwa ia telah mengubah nasibnya berkat kerja produktif. Begitulsh kerja produktif yang memang memiliki nilai yang tinggi dalam Islam.
Bekerja dan berusaha selalu diteladani oleh para rasul. Mari kita tengok sejarah. Para rasul dan nabi kita adalah orang- orang yang kreatif dan produktif. Muhammad terkenal sebagai pedagang yang rajin dan jujur, Nuh ahli membuat kapal, Daud ahli membuat baju Zirah (baju besi), Musa adalah pengembala domba. (setyanto, 2002)
Kita juga tahu, Nabi Muhammad bahkan sejak kecil telah berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dimasa kecil ia menjadi pengembala domba bagi penduduk Mekkah dengan upah beberapa Qirath. Setelah dewasa ia menjadi pelaku perniagaan ekspor impor kenegeri yang waktu itu dikatakan sebagai negeri yang jauh, yakni Syam atau Syiria sekarang. Dalam hadist yang diriwayatkan Tirmidzi, Muhammad bersabda bahwa pedagang yang jujur akan dikumpulkan dihari kiamat nanti bersama kaum shidiqin dan syuhada.
Dengan mendasarkan diri dari keteladanan para rasul ini, maka seorang muslim semestinya harus selalu bersikap kreatif sekaligus produktif, dan menjauhkan diri dari sikap pasif dan konsumtif. “ Tidak ada yang lebih baik dari seseorang yang memakan makanan, kecuali jika makanan itu diperolehnya dari hasil jerih payahnya sendiri. Jika seorang dari kamu mencari kayu bakar, kemudian mengumpulkan kayu itu dan mengikatnya dengan tali lantas memikulnya dipunggungnya, sesungguhnya itu lebih baik ketimbang meminta- minta kepada orang lain.” (HR. Bukhari Muslim). Sebaliknya sangatlah tercela seorang muslim yang pekerjaannya meminta- minta pada orang lain. “ Barang siapa membuka pintu bagi dirinya untuk meminta- minta, maka Allah akan membukakan pintu kemelaratan baginya.” (HR. Ahmad).
Dengan bekerja daan menghasilkan sesuatu, lambat laun seseorang akan mandiri secara ekonomi. Demikian pula halnya dengan negara, semakin banyak warganya yang mandiri, serta bekerja dan berusaha secara produktif, akan semakin tinggi tingkat kemandiriannya. Sebaliknya semakin tinggi tingkat pengangguran, seperti yang dialami Indonesia saat ini, semakin rendahlah tingkat kemandirian ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, upaya dan langkah- langkah yang mendorong tumbuh dan berkembangnya usaha dan lapangan kerja seperti usaha kecil, mendapatkan prioritas yang tinggi dalam Islam.
Produktivitas haruslah sejalan dengan terpeliharanya keadilan bagi semua orang. Setiap anggota komponen masyarakat harus dipacu untuk menghasilkan sesuatu, sesuai bidangnya. Semua itu harus dilindungi jaminan keamanan serta keadilan bagi setiap orang, pengakuan dan penghargaan untuk setiap pencapaian, dan sanksi yang tegas bagi prilaku yang kontraproduktif (stick and carot).
Pada titik ini, terbayang kembali di mata kita pemandangan yang mengharukan itu, bagaimana Rasulullah menciumi tangan umatnya yang kasar karena dipakai untuk bekerja.”inilah tangan yang dicintai Allah dan Rasull-Nya.” Begitu seru Rasulullah.
Maka konsep produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Dalam berproduksi tadi, ekonomi Islam menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, bahwa ketiga faktor produksi lainnya adalah Sumber daya alam, modal, dan keahlian. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist.

Daftar Pustaka

Hadist Arba’in An- Nawawi dengan Syarah Ibnu Daqiqil’ Ied, “ Versi 1.0”, Dzulqa’dah 1426 H (Desember 2005).
Al- Quran Digital, “ Versi 2.1”, Jumadil akhir 1425 H (Agustus 2004)
Quran Player, “ Versi 2.0.1.0”, Copyright 2005 Wawan Sjachriyanto dari Ali Abdurrahman Al- Hudzaifi Muhammad Ayyub.
Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, Mustafa Edwin Nasution dkk, “ Kencana Prenada Media Group” Jakarta 2006.
FIKIH EKONOMI UMAR bin Al- Khathab, DR. Jaribah bin Ahmad Al- Haritsi, penerjemah, H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc, “ Khalifah”
Hadist 930., RINGKASAN SHAHIH MUSLIM, disusun oleh, Al- Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al- ‘ Azhim Al-Mundziri, penerjemah : Syinqithy Djamaluddin dan H.M. Mochtar Zoerni, penerbit, “ Mizan”.
MENELADANI KEUNGGULAN Bisnis Rasulullah, Membumikan Kembali Semangat etika Bisnis Rasulullah, DR. Asyraf Muhammad Dawwabah,” Pustaka Nuun).”

1 comment:

Unknown said...

ALHAMDULILLAH, SAYA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KE HADIRAT ALLAH SWT, KARENA DAPAT MEMBACA TULISAN ANDA, SEMOGA ANDA AKAN LEBIH BANYAK MENGGALI DAN MENYEBARKAN ILMU-ILMU ALLAH DI DUNIA MAYA INI YANG TANPA SEMPADAN.

SALAM SAYA
HADIANTO
onetwins99@gamail.com